REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina tidak akan lagi mewajibkan warganya untuk meninggalkan Iran dan Lebanon. Meski begitu, pejabat pemerintah menyatakan, perintah evakuasi wajib masih berlaku bagi pekerja di Irak.
Pensiunan jenderal yang ditunjuk oleh Presiden Rodrigo Duterte sebagai utusan khusus ke Timur Tengah Roy Cimatu berangkat ke Qatar untuk mengawasi upaya evakuasi pada Kamis (9/1). "Situasinya tidak dapat diprediksi, kadang-kadang ada beberapa contoh serangan rudal yang sangat mengejutkan," katanya.
Lebih dari dua juta warga Filipina tinggal dan bekerja di Timur Tengah. Sebanyak 30.000 di antaranya ada di Lebanon, dan lebih dari 1.000 di Iran, tidak termasuk pekerja ilegal.
Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan, lebih dari setengah dari 1.600 orang Filipina yang bekerja di Irak. Mereka berada di wilayah Kurdistan dan sisanya di wilayah AS dan fasilitas asing lainnya di Baghdad, serta perusahaan komersial di Erbil.
Sekretaris Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina itu menyatakan, kondisi di Timur Tengah memang sedang mereda karena pilihan negara yang berkonflik untuk merunduk. Namun, pemerintah Filipina memilih bersiap dengan insiden yang bisa saja terjadi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Eduardo Menez mengatakan, pemerintah siap untuk menanggapi setiap perubahan dalam situasi di wilayah tersebut. Pemerintah Filipina akan membantu warga yang ingin kembali ke kampung halaman. "Level peringatan terus ditinjau dan disesuaikan sesuai kebutuhan," kata Menez.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menanggapi serangan Iran terhadap pangkalan militer yang menampung pasukan AS dengan sanksi, bukan kekerasan berupa serangan balasan. Iran tidak memberikan sinyal segera akan membalas lebih jauh atas serangan 3 Januari yang menewaskan salah satu komandan senior militer Qassem Soleimani.