REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pengakuan Iran atas ketidaksengajaan penembakan rudal ke pesawat Ukraina International Airlines telah memicu kemarakan internasional, dan memicu aksi protes terhadap otoritas Iran di Teheran. Meski para pejabat tinggi dan militer Iran telah meminta maaf, aksi protes tetap tak terbendung serta menyebar di seluruh Iran termasuk di ibukota Teheran, Shiraz, Esfahan, Hamedan, dan Orumiyeh.
Sekitar 1.000 orang turun ke jalan-jalan di sejumlah kota di Iran sembari meneriakkan protes terhadap pihak berwenang. Para demonstran merobek foto kepala militer Iran, Qassem Soleimani yang tewas akibat serangan udara Amerika Serikat (AS). Selain itu, para pengunjuk rasa juga menuntut agar Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei untuk mundur.
"Pemimpin tertinggi harus mengundurkan diri, mundur," ujar ratusan orang yang berteriak di depan Universitas Amir Kabir di Teheran.
Presiden AS Donald Trump mengatakan, tidak menginginkan perubahan rezim di Iran. Namun di sisi lain, dia menyatakan dukungannnya kepada para demonstran di Teheran melalui Twitternya.
"Kami mengikuti protes Anda dengan cermat, dan terinspirasi oleh keberanian Anda. Pemerintah Iran harus mengizinkan kelompok hak asasi manusia untuk memantau dan melaporkan fakta dari lapangan tentang protes yang sedang berlangsung oleh rakyat Iran. Tidak akan ada lagi pembantaian terhadap aksi demonstrasi damai, atau penghentian internet. Dunia sedang menonton Anda," tulis Trump dalam cicitannya di Twitter.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Inggris mengkonfirmasi pada Sabtu malam bahwa duta negara mereka di Teheran telah ditahan oleh otoritas Iran. Kantor berita Tasnim yang berbasis di Teheran mengatakan, duta besar Inggris ditahan selama beberapa jam di depan Universitas Amir Kabir karena diduga telah memprovokasi para demonstran anti-pemerintah.
"Penangkapan Duta Besar kami di Teheran tanpa alasan atau penjelasan merupakan pelanggaran mencolok hukum internasional," kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab dalam sebuah pernyataan.
“Pemerintah Iran berada di persimpangan jalan. Dia dapat melanjutkan perjalanannya menuju statusdengan semua isolasi politik dan ekonomi yang menyertainya, atau mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan dan terlibat dalam jalur diplomatik ke depan," tambah Raab.
Hingga saat ini, Pemimpin Tertinggi Iran, Khamenei masih belum memberikan komentar terkait kecelakaan Ukraina Airlines yang menewaskan 176 penumpang serta awak pesawat. Penembakan rudal terhadap pesawat itu telah meningkatkan tekanan internasional terhadap Iran. Presiden Iran Hassan Rouhani meminta maaf kepada Ukraina atas ketidaksengajaan penembakan rudal tersebut.
"Republik Islam Iran sangat menyesali kesalahan ini. Saya turut berduka cita kepada seluruh keluarga korban," ujar Rouhani dalam Twitternya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompei mengunggah video aksi protes di Iran dengan menuliskan caption, "Suara rakyat Iran sangat jelas, mereka muak dengan kebohongan rezim, korupsi, tindakan yang tidak sesuai, dan kebrutalan dari Garda Revolusi Iran sebagai apa yang disebut 'kleptokrasi' Khamenei".
Pesawat Ukraina yang jatuh awal pekan ini di Iran telah terbang dekat dengan situs militer milik pasukan elite Garda Revolusi Iran pada saat siaga tinggi. Militer Iran menyatakan, pesawat itu pun ditembak jatuh secara tidak sengaja karena kesalahan manusia. Namun Ukraina mengatakan, pesawat itu berada dalam koridor penerbangan normal. Organisasi Penerbangan Sipil menyatakan, pesawat tidak keluar dari jalur normal.
Ukraina International Airlines mengatakan, Iran seharusnya menutup bandara saat ketegangan sedang berlangsung. Maskapai penerbangan itu mengatakan, mereka tidak menerima pemberitahuan bahwa meraka akan menghadapi ancaman. Pesawat tersebut justru diizinkan untuk tinggal landas.
Atas penemuan itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dirujuk ke Departemen Kehakiman di dalam militer. Mereka yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban.
Pesawat Boeing 737 ini jatuh di Teheran ketika akan melakukan perjalanan ke Kiev, Rabu (8/1). Dalam penyelidikan awal, pesawat disebut mengalami masalah teknis setelah lepas landas dari Bandara Imam Khomeini.