Di tengah melemahnya kondisi perekonomian global, pemerintah Indonesia terus berupaya menggenjot diplomasi ekonomi dengan mengajak negara-negara sahabat untuk berinvestasi di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo kerap menekankan betapa pentingnya investasi negara luar di tanah air, khususnya di sektor-sektor yang jadi prioritas Indonesia.
Seperti diketahui, Jumat (10/01), Presiden Jokowi menerima kunjungan dari Menteri Luar Negeri Jepang, Motegi Toshimitshu, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Ini merupakan kunjungan kali pertama Toshimitsu sejak menjabat Menteri Luar Negeri Jepang pada 11 September 2019 lalu.
Dalam kesempatan ini Jokowi dan Toshimitshu membicarakan sejumlah prioritas kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Jokowi juga mengajak Jepang berinvestasi di Indonesia, terutama untuk membangun fasilitas perikanan di pulau-pulau terluar di Indonesia, salah satunya di Natuna.
"Pertama, kerja sama di bidang investasi termasuk investasi untuk pengembangan pulau-pulau terluar, termasuk Kepulauan Natuna," tutur Jokowi.
Ini bukan merupakan hal yang baru kedua negara melakukan kerja sama pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Di Natuna, Indonesia dan Jepang sudah bekerja sama dalam pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) fase pertama, peningkatan kapasitas nelayan, dan pengembangan pariwisata.
"Dan saya harapkan usulan pendanaan untuk fase kedua dapat segera ditindaklanjuti," ujar Jokowi.
Jepang sambut positif
Jepang menyambut positif ajakan Presiden Jokowi untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Usai pertemuan antara Jokowi dengan Toshimitshu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pemerintah Jepang yang diwakili Toshimitshu menyampaikan komitmennya untuk terus berinvestasi di Indonesia.
"Ya komitmen-komitmen kerja sama di pulau-pulau terluar Indonesia kan komitmen yang sudah cukup lama. Jadi responsnya Jepang ya sangat positif dan akan diperkuat. Akan ada tim teknis yang akan ke Indonesia membahas mengenai ini," ungkap Retno.
Dalam pertemuan tersebut juga menjajaki kemungkinan kerja sama yang lebih intensif antara kedua negara dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM) baik melalui program vokasi maupun internship di perusahaan-perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Kerja sama tersebut meliputi peningkatan kapasitas dan keterampilan SDM serta pengembangan kemampuan berbahasa Jepang bagi SDM Indonesia.
SoftBank investasi di ibu kota baru
Tak hanya dengan Menlu Jepang Motegi Toshimitshu, di hari yang sama Presiden Jokowi juga menerima kunjungan delegasi SoftBank yang dipimpin oleh CEO SoftBank Masayoshi Son. SoftBank merupakan perusahaan telekomunikasi dan media asal Jepang. Pertemuan keduanya membahas rencana SoftBank berinvestasi dalam pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyampaikan potensi investasi dan sejumlah proyek pembangunan di ibu kota baru. "Luas wilayah Jakarta sekitar 66.000 hektare sedangkan jika kita bandingkan dengan ibu kota baru luasnya (disiapkan) mencapai 256.000 hektare," papar Jokowi.
Son sendiri mengaku tertarik untuk berinvestasi dan bekerja sama dalam pembangunan di ibu kota baru, khusunya dengan konsep kota pintar dan kota hijau yang diusung pemerintah dalam pembangunan tersebut. "Ibu kota baru memiliki peluang-peluang investasi yang saya kira bisa kita diskusikan ide potensialnya," tutur Son.
Son juga mengaku sejak Juli tahun lalu telah melakukan pembicaraan terkait ekosistem mobil listrik yang akan mereka investasikan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dikutip dari Tempo.co, Luhut mengklaim bahwa Softbank berminat menyuntik dana segar untuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur dengan nilai investasi yang ditawarkan mencapai $100 miliar atau setara dengan Rp1.400 triliun.
"Dia (Masayoshi Son) mendesak saya terus. Dia mau investasi sampai US$ 100 miliar. Bagi saya ini too good to be true," ujar Luhut di kantor Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Selasa (07/01).
Baca juga: Bertemu Jokowi, Pengusaha Jepang Mau Ikut Bangun Ibu Kota Negara
Menjadi penyeimbang
Kepada DW Indonesia, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan saat ini investasi dari negara luar dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan kondisi perekonomian di tengah pelemahan ekonomi global. Bhima pun berpendapat Jepang bisa menjadi penyeimbang di antara negara-negara tradisional yang berinvestasi di Indonesia.
"Sekarang kalau melihat data investasinya Cina meroket cukup cepat, sekearang di peringkat nomor tiga investasi paling tinggi di Indonesia. Padahal 10 tahun yang lalu belum seperti itu. Kalau semakin banyak investasi dari non Cina dirasa jadi penyeimbang agar Indonesia tidak didikte oleh Cina," ujar Bhima saat diwawancarai DW Indonesia, Jumat sore (10/01).
Selain itu, Jepang dinilai memiliki historis yang panjang dengan Indonesia. Negeri matahari terbit itu diketahui telah mulai berinvestasi "di era orde baru khususnya untuk pembangunan infrastruktur dan otomotif," jauh sebelum negara-negara lain berinvestasi.
Lebih lanjut Bhima menilai kualitas investasi Jepang lebih baik ketimbang Cina.
"Mulai dari kualitas fisik atau infrastruktur, kualitas transfer skill dan knowledge, dimana kalau investasi Cina masih ada unskilled labor, tenaga-tenaga kerja yang skillnya rendah dipaksa masuk. Kalau Jepang lebih menghargai SDM lokal," terang Bhima.
Baca juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 4.814 T, Pengamat: Waspada!
Jaminan bagi investor?
Demi menarik investor-investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, Bhima pun menilai perbaikan regulasi, reformasi perizinan, serta peningkatanan indeks daya saing perlu dilakukan pemerintah Indonesia. Ini senada dengan janji Jokowi yang terus menekankan akan dipermudahnya proses perizinan dan memangkas hal-hal yang mempersulit investasi.
Terlebih menurut Bhima, investasi jangka panjang di Indonesia masih dilirik para investor asing di tengah melemahnya kondisi perekonomian global saat ini. "Sehingga diharapkan dalam jangka panjang ini. Siklus lagi naik turun, pasti ada siklus yang naik, nah dalam jangka panjang ini mereka berharap masih positif di Indonesia." ungkap Bhima.
Selain Jepang, Bhima berpendapat Indonesia dapat menjajaki negara-negara non-tradisional untuk berinvestasi di Indonesia. Antara lain negara-negara di Timur Tengah atau negara-negara di Eropa Timur.
"Negara eks-Soviet, mereka lagi ekspansi keluar kususnya Rusia, untuk sektor non migas," pungkas Bhima.
Berdasarkan data BKPM tahun 2019, lima negara dengan investasi terbesar di Indonesia dari sisi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antara lain, Singapura dengan 1,7 miliar dolar AS, Jepang dengan 1,2 miliar dolar AS, Cina dengan 1,1 miliar dolar AS, Hong Kong 0,7 miliar dolar AS, dan disusul Belanda 0,4 miliar dolar AS.
rap/vlz (dari berbagai sumber)