REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW— Khalifah Haftar meninggalkan Moskow tanpa menandatangani gencatan senjata. Rusia dan Turki mengajukan gencatan senjata demi mengakhiri perang sipil terjadi di Libya.
Kepala Pemerintahan Libya di Tripoli yang diakui PBB, Fayez Sarraj, dan rivalnya Khalifa Haftar datang ke Moskow pada Senin (13/1) kemarin. Mereka membahas gencatan senjata bersama diplomat tinggi dan perwira militer dari Rusia dan Turki.
Pembicaraan itu berlangsung selama tujuh jam. Dalam pertemuan tersebut Sarraj dan Hiftar tidak bertemu secara langsung.
Usai pertemuan itu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengumumkan Sarraj menandatangani rancangan dokumen yang mengungkapkan rincian kesepakatan gencatan senjata. Sementara Haftar meminta waktu untuk mempertimbangkannya.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Hiftar meninggalkan Moskow tanpa menandatangani kesepakatan. Kantor berita Rusia melaporkan Sarraj juga sudah meninggalkan Moskow. Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan upaya untuk menengahi konflik terus berlangsung.
"Kami akan bekerja sama di arah yang sama dan mendesak semua pihak (yang berkonflik) di Libya untuk bernegosiasi daripada mencoba melakukan hal-hal yang berakhir pada kekerasan," kata Lavrov, Selasa (14/1).
Pejabat di Tripoli Khaled al-Mashri memberitahu stasiun televisi Libya al-Ahrar TV, Hiftar meminta waktu empat hari untuk mempertimbangkan berbagai poin kesepakatan gencatan senjata. Dia mengharapkan undangan untuk konferensi perdamaian di Berlin untuk menindaklanjuti pertemuan pekan ini.
Negosiasi yang dilakukan setelah ada gencatan senjata yang diajukan Rusia dan Turki dimulai pada Ahad (12/1). Gencatan pertama sejak perang pecah selama berbulan-bulan. Sudah ada laporan pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak. Meningkatkan gencatan itu tidak dapat bertahan lama.
Libya terjerembap dalam gejolak perang saudara setelah menggulingkan dan membunuh diktator Moammar Gadhafi. Konflik Libya diambang eskalasi besar.
Berbagai pemain asing mendukung lawan pemerintah Libya. Baru-baru ini mereka mulai meningkatkan keterlibatan mereka dalam konflik negara yang kaya minyak itu.