REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan telah menahan 30 orang yang terlibat dalam protes yang telah melanda negara itu selama empat hari. Demonstrasi bermula sejak militer terlambat mengakui kesalahan sebagai penyebab jatuhnya pesawat Ukraina International Airlines.
Pengadilan Iran mengatakan 30 orang telah ditahan dalam kerusuhan itu. Meski terjadi penangkapan, pihak berwenang menyatakan akan menunjukkan toleransi terhadap protes hukum.
Sejak pengakuan resmi bahwa Iran menembak pesawat Ukraina, para pengunjuk rasa mayoritas mahasiswa, telah mengadakan demonstrasi setiap hari. Mereka meneriakkan "Para ulama tersesat!" serta menyerukan pemecatan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
Polisi telah menanggapi beberapa protes dengan tindakan keras. Unggahan video di media sosial menunjukkan, polisi memukuli demonstran dengan pentungan, orang-orang yang terluka dibawa, genangan darah di jalan-jalan dan suara tembakan.
Sebuah video lain yang muncul menunjukkan seorang petugas menggunakan tongkat listrik untuk menyetrum seorang pria saat dia menggeliat di tanah, Selasa (14/1). Polisi Iran telah membantah menembaki demonstran dan mengatakan petugas diperintahkan untuk bertindak dengan pertahanan.
Sedangkan, pada protes pada Selasa berjalan cukup damai dari hari-hari sebelumnya. Demonstran masih berkumpul di dua universitas Teheran. "Di mana keadilan?" teriak beberapa orang yang turun ke jalan.
Tingkat kerusuhan kali ini sulit untuk dinilai karena batasan-batasan pada pelaporan secara independen. Demonstrasi cenderung mengumpulkan momentum pergerakan di malam hari.
Kerusuhan domestik yang dipicu oleh kecelakaan pesawat itu terjadi hanya dua bulan setelah tanggapan paling keras terhadap protes sejak revolusi. Pihak berwenang membunuh ratusan orang untuk menghentikan pemberontakan pada November ketika demonstran membakar bank dan pompa bensin.
Presiden Iran Hassan Rouhani menjanjikan penyelidikan menyeluruh terhadap kesalahan yang tidak termaafkan atas tertembaknya pesawat yang membunuh 176 orang di dalamnya. Pernyataan itu menjadi serangkaian permintaan maaf terbaru oleh pimpinan yang tidak banyak membantu memadamkan kemarahan publik.
Inggris, Prancis, dan Jerman juga meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Iran. Negara-negara itu meluncurkan mekanisme perselisihan untuk menantang Teheran karena melanggar batas program nuklirnya berdasarkan perjanjian yang telah ditinggalkan Washington pada 2018.