Rabu 15 Jan 2020 18:45 WIB

Rusia Desak Negara Teluk Bentuk Mekanisme Keamanan Bersama

Rusia mendesak negara-negara Teluk untuk membentuk mekanisme keamanan bersama

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Kapal tanker Iran ditambatkan di Pulau Kharg, di Teluk Persia, Iran selatan.Rusia mendesak negara-negara Teluk untuk membentuk mekanisme keamanan bersama. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Kapal tanker Iran ditambatkan di Pulau Kharg, di Teluk Persia, Iran selatan.Rusia mendesak negara-negara Teluk untuk membentuk mekanisme keamanan bersama. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah Rusia mendesak negara-negara Teluk untuk membentuk mekanisme keamanan bersama di kawasan tersebut. Moskow menilai sudah saatnya dunia menyingkirkan langkah-langkah sepihak seperti sanksi.

"Kami telah menyarankan kepada negara-negara Teluk untuk memikirkan mekanisme keamanan kolektif. Mulai dengan langkah-langkah membangun kepercayaan dan mengundang satu sama lain untuk latihan militer," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam konferensi keamanan di New Delhi, Rabu (15/1).

Baca Juga

Dia mengaku mencemaskan perkembangan situasi pascapembunuhan Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasem Soleimani. "Karena saya menyebutkan tentang Teluk Persia, kami sangat khawatir tentang apa yang terjadi di sana," ujarnya.

Lavrov pun menyinggung tentang permasalahan sanksi sepihak. "Abad ke-21 adalah masa di mana kita harus menyingkirkan metode apa pun untuk menangani hubungan internasional yang berbau zaman kolonial atau neo-kolonial. Dan sanksi, sanksi yang diterapkan secara sepihak, tidak akan bekerja," kata dia.

Pernyataan itu dia ucapkan hanya sehari setelah Inggris, Prancis, dan Jerman secara resmi menuding Iran melanggar ketentuan perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Tuduhan itu pada akhirnya dapat mengarah pada penerapan kembali sanksi PBB terhadap Teheran.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bahkan mengusulkan agar JCPOA diganti dengan kesepakatan yang diformulasikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal itu guna memastikan Iran tak memperoleh senjata nuklir.

"Jika kita akan menyingkirkannya (perjanjian nuklir Iran) maka kita perlu pengganti. Mari kita ganti dengan kesepakatan Trump," ujar Johnson kepada BBC Breakfast pada Selasa (14/1).

JCPOA mulai goyah setelah Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut pada Mei 2018. Dia menilai JCPOA cacat karena tak mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran dalam konflik kawasan.

Trump kemudian menerapkan kembali sanksi ekonomi berlapis terhadap Teheran. Sanksi tersebut membidik beragam sektor mulai dari energi hingga keuangan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement