REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia harus menunggu musim hujan untuk membantu proses pemadaman kebakaran hutan yang kian meluas. Hal tersebut disampaikan Badan Metorologi Australia (BMA) pada Kamis (16/1).
BMA memperkirakan sebagian besar wilayah timur Australia akan menerima curah hujan antara Maret hingga Mei. Menurutnya, hujan dengan intensitas tinggi dalam periode yang tak singkat dibutuhkan untuk mengakhiri kekeringan yang telah berlangsung selama tiga tahun di wilayah pantai timur.
"Ketika pandangan untuk kondisi yang lebih kering daripada rata-rata telah berkurang dibandingkan dengan yang dikeluarkan untuk akhir 2019, curah hujan di atas rata-rata selama beberapa bulan dibutuhkan untuk melihat pemulihan dari kekurangan curah hujan jangka panjang saat ini," kata BMA.
Datangnya musim hujan akan memberikan harapan dan bantuan bagi para petugas pemadam kebakaran Australia. "Meskipun hujan ini tidak akan memadamkan semua kebakaran, itu pasti akan jauh menuju penahanan," kata Dinas Pemadam Kebakaran New South Wales County melalui akun Twitternya.
Namun bantuan hujan diperkirakan hanya bersifat sementara. Sebab cuaca panas diperkirakan akan kembali membekap Australia dalam beberapa pekan berikutnya.
Kebakaran hutan Australia selama beberapa bulan terakhir disebut telah meratakan area sekitar sepertiga ukuran Jerman. Tercatat sebanyak 29 orang tewas. Bencana itu pun telah menghancurkan lebih dari dua ribu rumah.
Kebakaran juga turut mengancam ekosistem dan keanekaragaman hayati di Australia. Menurut ahli ekologi dari University of Sydney, setidaknya satu miliar hewan telah terbunuh atau terluka. Banyak di antaranya merupakan hewan langka atau terancam punah.
Program pemantauan cuaca Uni Eropa, Copernicus, menyatakan kebakaran hutan Australia menghasilkan 400 megaton karbon dioksida. Asap pekat telah melayang melintasi Pasifik dan memengaruhi kota-kota di Amerika Selatan. Badan Meteorologi PBB bahkan menyebut asap kebakaran mungkin telah mencapai Antartika.