REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kelompok advokasi Israel menyatakan, pihak berwenang Israel menghancurkan rumah-rumah di wilayah Palestina bagian Yerusalem Timur lebih banyak pada 2019. Sebanyak 44 persen lonjakan penghancuran dari 2018 ke 2019.
Laporan baru dari Ir Amim menyatakan sebanyak 104 unit rumah dibongkar pada 2019 dibandingkan dengan 72 unit pada 2018. Padahal pada 2016 hingga 2018 telah terjadi penurunan pembongkaran.
Peneliti Ir Amim, Aviv Tatarsky, mengatakan kelompok itu menemukan hanya tujuh persen unit perumahan yang dikembangkan oleh perencana kota untuk lingkungan Palestina pada tahun lalu. Padahal Palestina adalah sepertiga dari populasi Yerusalem.
"Situasi di Yerusalem Timur sangat buruk tahun lalu," kata penulis penelitian tersebut dikutip dari Aljazirah.
Israel mengatakan rumah-rumah yang dibongkar dibangun secara ilegal dan kehancurannya disetujui oleh pengadilan. Namun, Palestina mengatakan sedang menghadapi krisis perumahan yang parah yang dipicu oleh keengganan Israel untuk mengeluarkan izin membangun.
"Semua uang yang saya kumpulkan selama beberapa tahun terakhir, saya habiskan untuk membangun rumah ini dan mereka menghancurkannya dengan dalih bahwa saya tidak memiliki izin," kata warga Palestina yang rumahnya dihancurkan tahun lalu, Mohammed al-Barzyan.
Al-Barzyan menyatakan penghancuran tersebut merupakan keputusan yang tidak adil dalam hal kemanusiaan. Dengan menghancurakan bangunan itu, satu keluarga dengan 18 orang menjadi tunawisma.
Menurut kelompok HAM Israel B'Tselem, lingkungan Yahudi di Yerusalem Timur serta blok permukiman di pinggirannya menikmati pembangunan besar-besaran dan pendanaan besar. Akan tetapi otoritas Israel melakukan upaya keras untuk mencegah pembangunan di wilayah Palestina.
Yerusalem Timur yang diduduki memiliki populasi warga Palestina setidaknya 370 ribu dan sekitar 209 ribu Yahudi Israel. Israel pun berdalih membangun perubahan secara besar-besaran dengan ketetapan hukum.
Israel merebut Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza dalam perang 1967. Israel mencaplok Yerusalem Timur dan menetapkan sebagai ibu kotanya. Namun, masyarakat internasional menentang sikap tersebut, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tidak lama setelah merebut Yerusalem Timur, Israel memperluas batas-batas kota untuk mengambil di daerah lain dan membangun permukiman Yahudi. Langkah ini merupakan ilegal berdasarkan hukum internasional. Terlebih lagi, Israel membatasi ekspansi lingkungan warga Palestina.