REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Presiden China Xi Jinping tiba di Myanmar, kunjungan pertamanya ke negara itu sejak 2009. Kunjungan itu diperkirakan untuk meningkatkan investasi di negara Asia Tenggara tersebut, termasuk di Negara Bagian Rakhine yang didera konflik.
Rakhine merupakan salah satu kunci penghubung Belt and Road initiative (BRI). Deputi Menteri Perdagangan Myanmar Aung Htoo mengatakan sebelum melakukan kunjungannya, Xi akan menandatangani kesepakatan yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Khusus Kyaukphyu dan pelabuhan di Rakhine senilai 1,3 miliar dolar AS.
Rakhine tempat militer Myanmar menggelar operasi militer pada 2017. Operasi tersebut menyebabkan ratusan ribu orang minoritas muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
"Sejak berkuasa tahun 2013 Xi telah mengunjungi hampir semua negara-negara ASEAN, tapi Myanmar telah ditinggalkan hingga sekarang," kata direktur program China di Stimson Center, Yun Sun kepada Aljazirah, Kamis (17/1).
Dalam kunjungannya selama dua hari Xi dijadwalkan bertemu dengan Presiden Win Myint, Dewan Negara Aung San Suu Kyi dan Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing. Mereka akan bertemu di ibu kota Naypyidaw.
Ketika National League of Democracy yang dipimpin peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi berkuasa pada 2015. Seluruh dunia mengharapkan lembaran baru bagi demokrasi dan hak asasi manusia di negara yang bertahun-tahun dikuasai militer.
Namun, justru ia diterpa hujan kritikan karena gagal mengatasi krisis Rohingya. Banyak pengamat yang menilai China telah membangun kembali pengaruhnya di Myanmar.
Sun mengatakan dampak dari krisis Rohingya dan isolasi masyarakat internasional terhadap Myanmar saat ini. Hal itu membuka peluang bagi China memberikan 'dukungan' terhadap Myanmar dan perkuat pengaruhnya ke negara itu.
"Kunjungan ini tidak akan terjadi bila pihak China tidak yakin arah hubungan bilateral akan mengarah positif, dalam kata lain, China yakin pengaruh China telah bangkit dan citra mereka yang tercoreng telah diperbaiki," kata Sun.
Sejarah hubungan kedua negara dipenuhi oleh kecurigaan. Banyak orang Myanmar yang curiga dengan pengaruh China terhadap tetangganya yang lebih kecil.
Hubungan mereka menghangat setelah China menolak untuk bergabung dengan masyarakat internasional lainnya dalam mengecam operasi militer Myanmar terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Pejabat PBB mengatakan operasi tersebut dilakukan dengan 'niatan genosida'.
Myanmar menyatakan sebagai operasi kontra-terorisme operasi tersebut sah dilakukan. Hal itu karena dilancarkan setelah milisi pemberontak melakukan serangan terhadap pasukan keamanan.
Sebagai anggota Permanen Dewan Keamanan PBB, China membela Myanmar di panggung internasional. Hal itu dinilai menjadi tantangan terbesar untuk membawa mereka yang bertanggung jawab atas operasi tersebut ke meja persidangan.
Berdasarkan data dari Bank Dunia, China investor terbesar kedua di Myanmar, hanya kalah dari Singapura. China menjadi mitra dagang terbesar Myanmar. Pada 2018, ekspor Myanmar ke China mencapai 5,5 miliar dolar AS sementara impor mencapai 6,2 miliar dolar AS.
"Tidak ada negara yang berinvestasi ke Myanmar seperti yang China lakukan, China dapat menegosiasikan kesepakatan yang bagus dengan Myanmar," kata pengamat politik Hla Kyaw Zaw yang bermarkas di Provinsi Yunan, perbatasan Myanmar-China.