REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Kehadiran para petani Sikh dari negara bagian utara Punjab memberi warna tersendiri dalam aksi protes Amandemen terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan (CAA) yang dianggap antimuslim. Para petani itu tak langsung turun dalam barisan para pengunjuk rasa, melainkan mereka memotivasi para pengunjuk rasa dengan membagi-bagikan roti.
Seperti dilansir Aljazirah pada Jumat (17/1) setibanya di Shaheen Bagh, New Delhi, para petani itu langsung mengambil tempat di bawah jembatan penyeberangan, para petani Sikh mulai merapikan berbagai peralatan untuk memasak.
Shaheen Bagh sendiri merupakan titik unjuk rasa yang berlangsung dan di pimpin oleh komunitas perempuan muslim. Aksi tersebut terkait amandemen undang-undang kewarganegaraan atau citizenship amendement act (CAA) yakni sebuah amandemen undang-undang kewarganegaraan India 1955 yang dianggap antimuslim.
Di tengah dinginnya suhu New Delhi, Mohammad Fuaad (44 tahun) berdiri dekat barikade polisi. Ia menawarkan masakan yang dibuatnya kepada tiap orang yang berlalu lalang. "Silakan biryani tuan, ini biryani vegetarian," kata Fuaad untuk meyakinkan orang-orang bahwa nasi biryani yang dibuatnya tak menggunakan daging melainkan kentang. Itu agar menghindari adanya masalah terlebih meningkatnya nasionalisme Hindu di bawah Parta Bharatiya Janata yang tengah berkuasa.
Fuaad tak menjual biryani buatannya. Ia menawarkan masakannya itu secara cuma-cuma di tengah para pengunjuk rasa yang sedang membacakan mukadimah konstitusi India secara berulang-ulang. "Anda tahu hukum kelam telah diajukan mengancam persatuan dan integritas India. Dan mahasiswa dari berbagai universitas menentangnya. Kami datang ke sini untuk mendukung mereka dalam misi ini," kata Kamran Khan kerabat Fuaad.
"Dalam aksi seperti ini di mana orang-orang berada di sana terlepas dari identitas mereka, saya melihat ini sebagai tindakan kebaikan," kata Manpreet Kaur seorang pekerja agen perjalanan.
Sejak 1 Desember lalu, saat undang-undang tersebut disahkan jutaan warga dari seluruh India melakukan demonstrasi menentang undang-undang kewarganegaraan meski terdapat larangan dan tindakan keras yang dilakukan aparat kepolisian hingga menewaskan sedikitnya 28 orang.