REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit pneumonia berat seperti yang terjadi di Wuhan China merupakan penyakit baru yang sampai saat ini belum tersedia vaksinnya sebagai langkah pencegahan.
"Vaksin yang ada saat ini tidak bisa memproteksi jenis penyakit pneumonia yang terjadi di Wuhan," kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) DR Dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K) FISR, FAPSR dalam keterangannya pada wartawan di Jakarta, Jumat.
Agus menjelaskan penyakit pneumonia yang terjadi di Wuhan merupakan penyakit baru yang belum dilakukan penelitian untuk menciptakan vaksin sebagai upaya pencegahan.
Agus mengingatkan kepada masyarakat tidak perlu meminta vaksinasi penyakit tersebut kepada tenaga medis, atau agar menolak apabila ada yang menawarkan vaksin pneumonia berat tersebut.
Vaksin pneumonia yang ada saat ini hanya untuk pencegahan kasus pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus, yaitu Vaksin Pneumokokus atau PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) Vaksin PCV13 dengan merek dagang Prevnar yang utamanya ditujuka pada bayi dan anak di bawah 2 tahun. Selain itu Vaksin Pneumokokus PPSV23 dengan nama dagang Pneumovax 23 yang diberikan kepada orang dewasa di atas 65 tahun atau usia dua tahun hingga 64 tahun dengan kondisi khusus.
Ada pula Vaksin Hib untuk mencegah bakteri Haemophilus influenzae type B (Hib) yang merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Di Indonesia vaksinasi Hib telah masuk dalam program nasional imunisasi untuk bayi.
"Terkait pencegahan pneumonia yang sedang outbreak saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah kasus ini karena pneumonia pada kasus outbreak saat ini disebabkan oleh coronavirus jenis baru," kata Agus.
Pada tanggal 31 Desember 2019, di Kota Wuhan China dilaporkan adanya kasus-kasus pneumonia berat yang belum diketahui etiologinya. Awalnya terdapat 27 kasus kemudian meningkat menjadi 59 kasus, dengan usia antara 12-59 tahun.
Terdapat laporan kematian pertama terkait kasus pneumonia ini pada pasien usia 61 tahun dengan penyakit penyerta yaitu penyakit liver kronis dan tumor abdomen atau perut. Dari 50 pasien lainnya yang sedang menjalani perawatan, dua pasien sudah dinyatakan boleh pulang dan tujuh pasien masih dalam kondisi yang serius.
Hasil pengkajian merujuk pada kemungkinan etiologi kasus-kasus ini terkait dengan Severe Acute Respiratory Infection (SARS) yang disebabkan Coronavirus dan pernah menimbulkan pandemi di dunia pada tahun 2003.
Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) merilis jenis Betacoronavirus yang menjadi outbreak di Wuhan dengan terdapat lima genom baru, yang berbeda dari SARS-coronavirus dan MERS-Coronavirus.
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit ringan sampai berat, seperti common cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS dan SARS. Beberapa coronavirus diketahui beredar di peredaran darah hewan.
Gejala yang muncul pada pneumonia ini diantaranya demam, lemas, batuk kering dan sesak atau kesulitan bernapas. Di beberapa kondisi ditemukan lebih berat.
Pada orang dengan lanjut usia atau memiliki penyakit penyerta lain, memiliki risiko lebih tinggi untuk memperberat kondisi. Metode transmisi dan masa inkubasi belum diketahui.
Berdasarkan investigasi beberapa institusi di Wuhan, sebagian kasus terjadi pada orang yang bekerja di pasar ikan. Akan tetapi belum ada bukti yang menunjukkan penularan dari manusia ke manusia.