REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sidang pemakzulan di Senat, untuk menentukan apakah Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan dicopot, secara resmi dimulai, Kamis (16/1). Sidang dilangsungkan saat badan pengawas kongres menganggap Gedung Putih telah melanggar hukum dengan menahan bantuan keamanan bagi Ukraina, yang sudah disetujui Kongres.
Adam Schiff dari Demokrat, yang memimpin tim beranggotakan tujuh anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan akan bertindak sebagai jaksa hadir di ruangan Senat untuk membacakan dua dakwaan yang disahkan oleh DPR pada 18 Desember.
Menurut dua dakwaan itu, Trump telah menyelewengkan kekuasaan serta merintangi Kongres dalam menjalankan tindakan terkait Ukraina. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung John Roberts.
Senat diperkirakan akan membebaskan Trump karena sejauh ini tidak ada satu pun dari 53 anggota asal Partai Republik yang mengutarakan dukungannya bagi pemecatan Trump. Trump bisa dipecat jika mayoritas dua pertiga anggota menyatakan setuju.
Trump telah membantah melakukan kesalahan dan menyebut proses pemakzulan itu sebagai kebohongan. Pernyataan-pernyataan pembuka dijadwalkan akan dimulai pada Selasa.
Penyalahgunaan kekuasaan, yang disebutkan dalam pasal pemakzulan yang disahkan parlemen, termasuk berupa tindakan Trump menahan bantuan keamanan senilai 391 juta dolar AS (sekitar Rp 5,3 triliun) bagi Ukraina. Penahanan dana itu, menurut Demokrat, ditujukan untuk menekan Ukraina agar menyelidiki saingan politik Trump, Joe Biden, yang kemungkinan akan jadi kandidat presiden dari Demokrat untuk menghadapi Trump pada pemilihan presiden 3 November.
Kongres telah menyetujui pendanaan itu guna membantu Ukraina memerangi separatis dukungan Rusia. Dana itu sudah disediakan pada September setelah perdebatan itu muncul ke publik.