Senin 20 Jan 2020 16:12 WIB

UNICEF: 1 dari 3 Gadis Remaja di Keluarga Miskin Tidak Pernah Sekolah

Sebuah studi baru mengungkap bahwa satu dari tiga gadis remaja dari keluarga termiskin di seluruh dunia tidak pernah sekolah. Diskriminasi gender dan asal etnis menjadi beberapa penyebabnya.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
imago/CHROMORANGE
imago/CHROMORANGE

Menurut sebuah laporan UNICEF yang dirilis pada Minggu (20/01), beberapa hal seperti kemiskinan, diskriminasi gender, keterbatasan fisik, asal etnis dan bahasa pengajaran, jarak fisik dari sekolah, serta infrastruktur yang buruk adalah hambatan utama yang membuat anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat mengakses pendidikan yang berkualitas.

UNICEF merilis studinya yang bertajuk “mengatasi krisis belajar” itu di Forum Pendidikan Dunia, ketika para pemimpin dunia juga tengah bersiap mengadakan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Studi tersebut mengatakan bahwa pengucilan pendidikan dari anak-anak termiskin adalah pendorong utama terjadinya sebuah krisis pendidikan global.

“Negara-negara di dunia gagal hadir mengatasi persoalan pendidikan dari anak-anak termiskin, dengan begitu mereka mengecewakan dirinya sendiri,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore. “Selama anggaran pendidikan publik cenderung tidak proporsional terhadap anak-anak dari keluarga kaya, maka anak-anak dari keluarga miskin hanya akan memiliki sedikit harapan untuk bisa keluar dari kemiskinan, bisa mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses, dan bisa berkontribusi bagi ekonomi negara mereka”, tambahnya.

Baca juga:UNICEF: Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Daerah Konflik Meningkat

Rasio putus sekolah tertinggi

Melalui analisis data dari 42 negara, UNICEF menemukan bahwa “dana pendidikan untuk anak-anak dari 20% keluarga kaya dialokasikan hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah dana pendidikan untuk anak-anak dari 20% keluarga miskin.

Kesenjangan dalam dana pendidikan tertinggi ditemukan di 10 negara-negara di Afrika, dengan empat kali lipat dana pendidikan dialokasikan untuk anak-anak kaya dibandingkan dengan yang miskin.

Guinea dan Republik Afrika Tengah adalah negara dengan tingkat anak putus sekolah paling tinggi di dunia, di mana anak-anak terkaya mendapat manfaat lebih banyak dari dana pendidikan publik dibanding anak-anak miskin.

Baca juga:Peringkat 6 Terbawah, Indonesia Diminta Tinggalkan Sistem Pendidikan 'Feodalistik'

Sementara hanya empat negara dalam makalah UNICEF itu yang disebutkan mendistribusikan dana pendidikan secara merata antara keluarga kaya maupun miskin, yaitu Barbados, Denmark, Irlandia, Norwegia, dan Swedia.

Menurut Bank Dunia, lebih dari separuh anak-anak yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak dapat membaca atau bahkan memahami cerita sederhana di akhir sekolah dasar.

Baca juga:Laporan UNICEF Ungkap Ancaman-Ancaman Terbaru bagi Anak-Anak Zaman Sekarang

Prioritas alokasi dana pendidikan

Studi UNICEF tersebut mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa anak-anak dari 20% keluarga miskin mendapat manfaat dari setidaknya 20% dana pendidikan.

“Kita tengah berada di titik kritis. Jika kita berinvestasi bijak dan adil dalam pendidikan anak, maka kita akan memiliki peluang terbaik untuk mengangkat anak-anak keluar dari kemiskinan, yaitu dengan memberikan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengakses peluang kerja, dan mencipatkan peluang baru bagi mereka sendiri,” ujar Fore.

UNICEF juga merekomendasikan agar prioritas pendanaan publik dilakukan untuk tingkat pendidikan yang lebih rendah dan alokasinya ditingkatkan secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi.

Laporan ini juga menekankan soal perlunya pendidikan dasar yang lebih baik, sebagai fondasi dari setiap tahapan sekolah.

“Anak-anak yang menyelesaikan pendidikan pra-sekolah dasar dengan baik, lebih dimungkinan untuk dapat tetap bersekolah dan berkontribusi lebih pada ekonomi dan masyarakat ketika mereka dewasa. Alokasi setidaknya 10 persen anggaran pendidikan nasional juga akan dapat membantu tercapainya akses universal,” tulis laporan tersebut.

gtp/rap

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement