Kamis 23 Jan 2020 03:01 WIB

Investasi Hijau: Investor di Sektor Energi Mulai Berpikir Ulang?

Selama ini, investasi di sektor batu bara dan bahan bakar fosil lainnya memang menggiurkan. Namun dengan makin banyaknya kebijakan perlindungan iklim, pelaku ekonomi mesti berpikir ulang.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/Imaginechina/X. Zhengyi
picture-alliance/dpa/Imaginechina/X. Zhengyi

Pembangkit listrik tenaga batubara dekat kota pesisir Lamu di Kenya sudah siap dibangun. Permintaan pasokan listrik memang tinggi, dan pembangkit listrik ini kelihatannya akan mendatangkan keuntungan besar. Tapi setengah tahun yang lalu, proyek itu harus ditunda. Pengadilan Kenya memerintahkan agar resiko kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dievaluasi ulang.

Sejak lama aktivis Kenya memrotes rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara Lamu. Tapi perkembangan yang baru sekarang adalah: beberapa investor dan bank juga menolak proyek itu.

"Para pemodal sadar mulai menyadari resiko finansial dari proyek-proyek semacam ini, terutama jika dibandingkan dengan proyek-proyek energi terbarukan," kata Omar Elmawi dari tim kampanye DeCOALonize.

Kingsmill Bond, ahli keuangan dari lembaga think tank Carbon Tracker mengatakan, perkembangan ini adalah bagian dari tren global yang sedang meluas. "Investor mulai mengalihkan uang dari sektor-sektor ini, karena mereka khawatir akan dibiarkan terlantar di sektor bahan bakar fosil," kata Bond kepada DW.

Investasi beresiko?

Kingsmill Bond menerangkan, yang dianggap sebagai resiko finansial terbesar saat ini adalah "permintaan yang menurun secara struktural" untuk bahan bakar fosil. Investasi di bidang bahan bakar fosil, dan pangsa energi fosil dalam campuran listrik global, telah menurun sejak 2010.

Tahun 2018, dana senilai 279 miliar dolar AS diinvestasikan dalam energi terbarukan - tiga kali lebih besar daripada investasi gabungan minyak, gas, dan batu bara, kata sebuah laporan dari Bloomberg dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FS-UNEP Collaborating Center).

Pada saat yang sama, keuntungan dari bahan bakar fosil juga menyusut, sementara sektor energi terbarukan menjadi semakin menguntungkan. Dengan makin maraknya produksi, harga energi terbarukan juga sudah turun. Harga energi matahari turun 80% sejak 2009, untuk energi angin turun 30-40%, katat Badan Energi Terbarukan Internasional, IRENA.

Dunia keuangan mulai beralih

Dengan mencuatnya isu perubahan iklim, para investor sejak 2012 diserukan untuk mulai melakukan divestasi dan tidak terlalu memburu investasi di bidang bahan bakar fosil. Tren saat ini adalah investasi di bidang energi terbarukan, yang akan menjadi primadona masa depan.

Menurut pendukung gerakan divestasi, saat ini sudah lebih dari 1.100 institusi, bank dan investor di seluruh dunia yang berkomitmen untuk mengurangi investasi di sektor fosil, atau menghentikannya sama sekali. Bersama-sama, kelompok gerakan divestasi ini mengendalikan sekitar 12 triliun dolar AS, padahal awal 2014 hanya 52 miliar dolar saja.

Karena pemerintahan di seluruh dunia kini mempertimbangkan untuk penerapan pajak karbon, secara langsung maupun tidak langsung, banyak perusahaan yang khawatir bahwa investasi untuk produk-produk dengan jejak karbon yang besar akan menyusut drastis.

hp/yf

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement