Selasa 21 Jan 2020 15:10 WIB

Luksemburg Desak Uni Eropa Akui Negara Palestina

Luksemburg menilai solusi dua negara Israel-Palestina tengah sekarat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn mendesak Uni Eropa untuk secara resmi mengakui Palestina sebagai negara. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk menyelamatkan proses perdamaian antara Palestina dan Israel. 

Asselborn mengatakan saat ini prospek solusi dua negara Israel-Palestina sedang sekarat. "Jika Israel sampai pada titik ini, kita akan mengalami situasi yang sama seperti yang ditemui negara lain pada 2014," kata dia saat berbicara di depan Dewan Urusan Luar Negeri Uni Eropa pada Senin (20/1), dikutip laman Al Araby.

Baca Juga

Dalam pernyataannya itu, Asselborn berupaya membandingkan pendudukan brutal Israel atas tanah Palestina dengan aneksasi Krimea oleh Rusia pada 2014. Itu bukan kali pertama Asselborn meminta Uni Eropa mengakui negara Palestina. 

Pada November tahun lalu, dia sempat menyerukan hal serupa. Kala itu Asselborn mengatakan bahwa mengakui negara Palestina bukanlah sebuah bantuan. "Tapi lebih sebagai pengakuan hak rakyat Palestina untuk negaranya sendiri," ujarnya, seperti dilaporkan laman Jerusalem Post.

Menurutnya, mengakui negara Palestina bukan pula berarti melawan Israel. "Pengakuan Palestina oleh seluruh (anggota) Uni Eropa akan menjadi sinyal bahwa Palestina membutuhkan tanah air, sebuah negara, sama seperti Israel," kata Asselborn. Dia menilai kegagalan untuk mematuhi hukuman internasional akan menghasilkan setidaknya lima juta pengungsi tambahan di Timur Tengah. Pengungsi itu tak lain adalah warga Palestina. "Itu tidak mungkin menjadi kepentingan Israel," ucapnya.

Saat itu anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi menyambut seruan Asselborn. Dia memandang sikap Luksemburg berprinsip dan berani. Negara itu pun merefleksikan komitmennya terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

"Luksemburg juga mencerminkan kesiapannya untuk menghadapi implikasi kebijakan Amerika Serikat (AS) yang gegabah dengan langkah-langkah positif yang memajukan prospek perdamaian serta keadilan. Kami meminta semua anggota Uni Eropa mengindahkan seruan Luksemburg," kata Ashrawi.

Sejak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017, Palestina mundur dari perundingan damai yang dimediasi AS. Palestina menilai Washington tak lagi menjadi mediator netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel. Hingga kini, tak ada tanda-tanda perundingan atau negosiasi akan berlanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement