Sudah banyak pemuda Indonesia yang mengikuti program Work and Holiday (WHV) di Australia. Lantas apa yang mereka lakukan setelah menyelesaikan program WHV setidaknya setahun?
Uang, pengalaman kerja, dan merasakan tinggal di luar negeri adalah beberapa hal yang didapatkan saat mengikuti WHV.
Tapi ada banyak hal lain yang mereka dapatkan setelah menyelesaikan WHV.
Menabung untuk nikah
Ahmad Adib, pria asal Depok mengaku jika ia selalu ingin mendapat pengalaman tinggal di luar negeri, karenanya memutuskan mengikuti WHV di tahun 2016.
Apa yang ia dapatkan tidak hanya bekerja, tapi juga pergaulan internasional.
Sebelumnya, Adib tak punya pengalaman di industri kuliner. Tapi setibanya di Darwin, Kawasan Australia Utara, ia diterima bekerja di dapur sebuah perusahaan pertambangan.
"Mereka [perusahaan] memfasilitasi [sampai] bahkan ketika saya sudah lama kerja, mereka sempat menawari jadi kepala tim," ujar Adib.
Selain bekerja di dapur selama hampir setahun setengah, ia juga pernah bekerja di pabrik daging Victoria.
"Waktu saya di Warrnambool [Victoria], saya punya banyak teman dari Korea dan Jepang karena banyak orang Asia di sana," katanya.
Hubungan pertemanan internasional dijaganya dengan baik. Bahkan saat mengunjungi Jepang dan Korea, Adib mengajak ketemu teman-teman yang ia kenal lewat WHV.
Setelah visa WHV-nya selesai, ia mengajukan visa pelajar untuk melanjutkan pendidikan dan pindah bersama istrinya ke Adelaide.
Sambil kerja paruh waktu, Adib saat ini sedang sekolah S2 jurusan 'Social Worker' dengan menggunakan sebagian penghasilannya dari WHV.
"Uang [dari bekerja dengan WHV] terkumpul cukup banyak. Bisa untuk bayar kuliah S2 dua tahun. [Saya] bahkan sempat mengajak sekitar 10 anggota keluarga jalan-jalan ke Malaysia," katanya.
"Ketika saya menikah juga tabungannya dari situ," kata Adib.
Menerapkan etos kerja Australia
Yohanes Dany Ismanu pernah ikut program WHV di tahun 2018 dengan bekerja di bidang perhotelan dan restoran.
Sekarang ia membuka usaha kedai kopi yang menawarkan penginapan di Tangerang bersama kakaknya yang kebetulan juga ingin punya bisnis sendiri.
Ide bisnisnya muncul setelah melihat hostel-hostel di Australia yang menggabungkan restoran atau kedai dalam satu gedung.
"[Setelah] pulang ke Indonesia, langsung tercetus ide di pertengahan November 2019," kata Dany, yang awalnya berencana lanjut studi di Australia.
Kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia, Dany mengatakan seluruh modal yang ia keluarkan untuk bisnis kedai kopinya adalah dari pendapatannya saat ikut program WHV.
Tidak hanya modal uang, Dany mengaku mendapat banyak pengetahuan soal lingkungan kerja di Australia.
Karenanya, sistem gaji karyawan yang diterapkan oleh Dany mengikuti sistem penggajian di Australia, yakni dengan hitungan per jam.
"Patokannya tetap [standar] gaji per bulan, yang jumlahnya dibagi menjadi penghasilan per jam dan dikalikan berapa shift seminggu," kata mantan wartawan berusia 32 tahun tersebut.
"Ada bayaran tambahan kalau bekerja overtime."
Belajar dari dunia kerja di Australia, Dany mengatakan kesetaraan antara pemilik usaha dan karyawan sangatlah penting.
"[Pelajaran] yang paling penting adalah kesetaraan. Kita tim kecil 4-6 orang termasuk kakak saya, cuma kita menempatkan diri bukan atasan-bawahan," katanya.
Syarat WHV Australia:
- Untuk orang Indonesia berusia 18-30 tahun
- Syaratnya memiliki kualifikasi setingkat perguruan tinggi atau telah menjalani pendidikan di PT setidak-tidaknya dua tahun, dan tingkat kemahiran bahasa Inggris IELTS skor minimal 4,5
- Memiliki dana minimal AU$ 5.000 di bank, yang boleh juga di rekening atas nama orangtua
- Untuk mendapat visa tahun kedua setidaknya harus bekerja tiga bulan di sektor pekerjaan atau kawasan tertentu.
- Mulai 1 Juli 2019, dibuka program visa tahun ketiga
- Dapatkan informasi selengkapnya di situs resmi, proses ini tidak perlu perantara dan waspada dengan tawaran yang menjanjikan dapat membantu keluarnya visa
Belajar menghargai waktu
Bekerja di Australia dengan bergaji dolar, bukanlah segala-galanya, seperti yang diakui Hendra Lesmana.
Sebelum ikut WHV, Hendra sudah menjadi karyawan selama hampir tujuh tahun dan ketika kembali ke Jakarta, ia bekerja di sebuah perusahaan saham.
Pengalamannya di Australia dimulai dengan mengerjakan empat pekerjaan yang berbeda, yang ia dapatkan dua minggu setelah tiba di Darwin tahun 2017.
Ia pernah bekerja sebagai tenaga cuci mobil, pelayan restoran, pekerja dapur serta barista.
"Menjadi karyawan [di Jakarta] bukan pilihan utama, karena saya punya usaha sendiri yang berjalan dengan baik," kata pria berusia 31 tahun ini.
"Saya kembali kerja kantoran sebagai karyawan untuk mengisi waktu luang dan mencari kesibukan."
Pengalaman Hendra bekerja di sektor informal saat WHV telah memberikanya pelajaran berharga.
"[Pengalaman di Australia mengajarkan untuk] menghargai waktu dan konsisten dalam pekerjaan," kata Hendra yang mengaku kini bergaji antara Rp 10-15 juta per bulan.
Pesan bagi calon dan alumni WHV
Belajar dari pengalamannya, Dany menyarankan peserta yang visa WHV-nya akan segera habis agar benar-benar mempertimbangkan dengan baik rencana selanjutnya.
Misalnya, jangan sampai hanya sekedar membuka bisnis dari tabungan hasil WHV yang banyak, tapi tidak dijalankan dengan baik.
"[Jangan sampai] hanya menumpahkan uang seperti investasi, tapi kalau tidak diatur baik-baik selain tidak ada kepuasan diri akan tergerus terus modalnya."
Sementara untuk mereka yang baru hendak ke Australia, Hendra menekankan pentingnya memiliki kota tujuan sebelum terbang ke Australia.
"Sebelum berangkat ke Australia, mantapkan tujuan mau ke kota mana untuk perencanaan sehingga tidak salah jalan," katanya.
"Fokuskan tujuan kamu selama [jadi pemegang] WHV. Kalau tujuan utama untuk lanjut sekolah, maka bekerjalah dengan baik."
Cerita kehidupan, bekerja, dan studi di Australia bisa anda dapatkan hanya di ABC Indonesia.