Kamis 23 Jan 2020 11:08 WIB

Virus Corona Baru China Diduga Berasal dari Ular

Virus corona yang mewabah di China dijuluki 2019-nCoV.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Nora Azizah
Beberapa ilmuwan menduga virus mirip SARS yang baru ditemukan di Cina berasal dari ular. Kuman yang dimaksud, dijuluki 2019-nCoV untuk saat ini adalah jenis corona virus (Foto: penumpang bandara antisipasi virus korona dengan menggunakan masker)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Beberapa ilmuwan menduga virus mirip SARS yang baru ditemukan di Cina berasal dari ular. Kuman yang dimaksud, dijuluki 2019-nCoV untuk saat ini adalah jenis corona virus (Foto: penumpang bandara antisipasi virus korona dengan menggunakan masker)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa ilmuwan menduga virus mirip SARS yang baru ditemukan di China berasal dari ular. Kuman yang dimaksud, dijuluki 2019-nCoV untuk saat ini adalah jenis corona virus.

Laman Gizmodo melaporkan, Kamis (23/1), penelitian terkait virus corona jenis baru ini dilakukan para peneliti di China. Penelitian memang dilakukan para ilmuwan bekerja sama dengan pemerintah China untuk mengetahui penyebab virus baru tersebut muncul.

Baca Juga

Studi yang baru diterbitkan di dalam Journal of Medical Virology, Rabu (22/1), ini melihat bahwa kode genetik 2019-nCoV menjangkiti korban yang berkunjung ke pasar. Ketika kasus pertama pada Desember 2019 tersebut muncul di wilayah Wuhan, China, dokter mencurigai virus menyebar melalui hewan.

Hasil studi menyebutkan, banyak korban pertama telah mengunjungi pasar makanan lokal yang menampung hampir semua hewan hidup. Sejak saat itu, korban baru terus bermunculan dengan cepat.

Meski demikian, para peneliti menilai hal yang mengkhawatirkan adalah ketika virus justru mengjangkiti orang-orang yang tidak mengunjungi pasar. Hal ini membuktikan bahwa virus mampu menyebar dari orang ke orang seperti flu biasa.

Para peneliti mencoba membandingkan urutan genetik 2019-nCoV dengan spesies lainnya yang juga bisa menularkan virus corona. Analisa awal menemukan bahwa virus merupakan campuran antara corona kelelawar dan salah satu hewan lain yang tidak diketahui spesiesnya.

Rekombinasi virus tampak paling jelas di bagian RNA Virus karena memungkinakn mengenali reseptor permukaan sel. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa inang alami virus yang paling mungkin adalah dari ular.

Pasalnya, pola RNA yang terbagi pada virus corona yang ditularkan cocok dengan ular lainnya. Tak hanya itu, ular juga menjadi hewan yang diternakkan dan dijual di Tiongkok sebagai makanan dan pengobatan alternatif.

Menurut Brandon Brown, seorang peneliti kesehatan masyarakat dan ahli epidemiologi di University of California Riverside, masih ada banyak pertanyaan yang belum terpecahkan tentang 2019-nCoV dan potensinya untuk bencana.

Brown mengatakan kepada Gizmodo melalui email, ia melihat tidak ada alasan untuk menunda melakukan antisipasi virus. Sebab 2019-nCoV dapat menyebar antarmanusia, dan tidak diketahui pasti seberapa besar penularan dan risikonya lebih lanjut.

"Alternatifnya adalah berpotensi menghadapi epidemi global, yang dapat dihindari dengan melakukan sesuatu seperti mendeklarasikan keadaan darurat kesehatan masyarakat dan mempersiapkan diri dengan pendanaan tambahan dan perhatian," kata Brown.

Pada hari Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan darurat di Jenewa, Swiss. WHO membahas apakah akan mengumumkan wabah sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional.

Dalam konferensi pers yang diadakan siang ini, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, organisasi itu belum membuat keputusan akhir tentang deklarasi, dan akan mengadakan pertemuan lagi untuk pertemuan lain pada Kamis (23/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement