REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia meminta perhatian pemerintah Malaysia untuk meningkatkan pengamanan di perairan Sabah, yang sangat rawan terjadi penculikan terhadap nelayan WNI.
“Karena sudah ada kerja sama patroli trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk menjaga keamanan wilayah air masing-masing negara, maka pesan kita sampaikan kepada pemerintah Malaysia untuk meningkatkan keamanan di perairan mereka,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat ditemui di Jakarta, Kamis (23/1).
Selain pemerintah, Menlu Retno juga meminta para pemilik kapal yang mempekerjakan para nelayan Indonesia untuk ikut menjaga keselamatan mereka. Pasalnya, diperkirakan 1.000-1.500 nelayan Indonesia bekerja pada kapal-kapal ikan di Sabah.
Baru-baru ini, penculikan terhadap lima anak buah kapal (ABK) WNI kembali terjadi di perairan Tambisan, Lahad Datu, Sabah, oleh kelompok Abu Sayyaf. Kasus itu menambah daftar panjang penculikan yang dilakukan kelompok teroris asal Filipina tersebut terhadap WNI.
Sejak 2016, tercatat 44 WNI menjadi korban dari 13 kasus penculikan yang terjadi di perairan Sabah, Malaysia. Para perusahaan pemilik kapal itu diharapkan menaati peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Malaysia, terutama agar mematuhi jam malam atau larangan bagi nelayan untuk melaut pada waktu tertentu.
“Kalau tidak begitu maka korban akan terus bertambah, ini tidak bisa kita biarkan terus-menerus … karena pada saat terjadi penculikan para pemilik kapal kemudian tidak bertanggungjawab,” ujar Retno.
Menurut Retno, kerja sama dengan pemerintah maupun para pemilik kapal Malaysia sangat diperlukan untuk mencegah kasus penculikan terhadap nelayan Indonesia berulang. Sementara, untuk upaya pembebasan kelima WNI yang dijadikan sandera oleh kelompok Abu Sayyaf, pemerintah Indonesia akan bekerja sama intensif dengan otoritas Filipina. Kemlu RI juga telah memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia serta Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Filipina di Jakarta untuk mendiskusikan penanganan kasus penculikan tersebut.