Kamis 23 Jan 2020 20:14 WIB

MA India Tolak Tangguhkan UU Kewarganegaraan yang Dinilai Diskirminatif Terhadap Muslim

Undang-undang Kewargangeraan India, yang picu protes mematikan karena dinilai mendiskriminasi Muslim, tidak akan ditangguhkan. Pemerintah India diberikan waktu empat minggu untuk menjawab 144 petisi di sidang berikutnya.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
DW/A. Ansari
DW/A. Ansari

Meskipun ada perlawanan hukum yang diajukan oleh kelompok yang menyebut undang-undang kewarganegaraan India (CAB) mendiskriminasi umat Islam, namun India tidak akan menangguhkan undang-undang kontroversial tersebut.

Mahkamah Agung India pada Rabu (23/01), malah memberikan pemerintahan pimpinan Partai Bharatiya Janata (BJP) waktu selama empat minggu untuk menanggapi 144 petisi yang menantang keabsahan konstitusional UU kewarganegaraan baru itu.

“Kami akan memberi Anda empat minggu untuk mengirim balasan ke semua petisi,” kata hakim Agung Sharad Arvind Bobde kepada kuasa hukum pemerintah.

Sidang selanjutnya akan diadakan pada akhir Februari 2020.

Seperti diketahui, UU Kewarganegaraan itu memudahkan pemeluk agama minoritas dari negara tetangga seperti Bangladesh, Afghanistan dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan di India, namun tidak sama halnya dengan imigran beragama Muslim.

Undang-undang baru ini mulai berlaku pada 10 Januari 2020 dan masih akan terus diberlakukan selama empat minggu.

Pengadilan tertinggi India juga mengatakan bahwa untuk memutuskan keabsahan UU Kewarganegaraan ini, diperlukan bangku konstitusi yang terdiri dari lima hakim, bukan tiga hakim seperti yang biasanya dilakukan.

Undang-undang kewarganegaraan India tidak konstitusional?

Petisi yang dilayangkan untuk melawan UU Kewarganegaraan itu banyak diajukan oleh kelompok mahasiswa dan kebebasan sipil juga lawan-lawan politik dari BJP.

Sebagian besar petisi yang disidangkan di Mahkamah Agung itu menyatakan bahwa dengan mengecualikan Muslim, undang-undang tersebut justru melemahkan Konstitusi India, dan melanggar Pasal 14 yang menjamin persamaan di mata hukum.

“Jika Anda mendiskriminasi dengan alasan agama, itu sendiri dilarang dalam konstitusi,” kata Colin Gonsalves, seorang advokat senior pendiri Jaringan Hukum HAM, yang mengajukan dua petisi.

Pemerintah bersikukuh menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak diskriminatif. Para ahli hukum dari pihak pemerintah berpendapat bahwa pengecualian dalam konstitusi memungkinkan undang-undang untuk membuat sebuah klasifikasi yang masuk akal, selama hal itu tidak dilakukan dengan sewenang-wenang.

Apa respon kelompok kebebasan sipil?

“Kami senang dengan respon dari pengadilan,” ujar PK Kunhalikutty dari Persatuan Liga Muslim India (IUML). “Sekarang saatnya pemerintah mengklarifikasi semuanya,” tambahnya.

Namun, Sekretaris Jenderal Serikat Siswa AII Assam (AASU), Lorinjyoti Gogoi mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa “protes demokratis tanpa kekerasan akan terus berlanjut selama perjuangan di ranah hukum berjalan.”

gtp/pkp (Reuters, AP, dpa)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement