Ahad 26 Jan 2020 09:33 WIB

Akses Internet Terbatas Merugikan Bisnis di Kashmir

Layanan internet dan telekomunikasi di Kashmir diblokir sejak 5 Agustus 2019.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Polisi India mendorong mobil pickup di tengah jalanan bersalju di Desa Kangan, Kashmir, Selasa (14/1).
Foto: AP Photo/Mukhtar Khan
Polisi India mendorong mobil pickup di tengah jalanan bersalju di Desa Kangan, Kashmir, Selasa (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Pihak berwenang India telah memerintahkan untuk memulihkan jaringan internet telepon seluler dan layanan data 2G di wilayah Kashmir yang dikelola India. Pemulihan internet inti mengakhiri pemutusan layanan jaringan telekomunikasi yang diberlakukan selama enam bulan.

"Layanan data seluler dan akses internet tetap akan diizinkan melalui Union Territory di Jammu dan Kashmir dengan beberapa batasan," ujar pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Baca Juga

Akses internet tetap terbatas hanya pada situs-situs yang masuk ke dalam daftar putih. Ada sekitar 300 situs website yang masuk dalam daftar tersebut, termasuk perbankan, beberapa portal berita, lembaga pendidikan, aplikasi perjalanan dan pengiriman makanan. Sementara akses media sosial masih tetap dilarang.

Layanan internet dan telekomunikasi di Kashmir diblokir pada 5 Agustus 2019, setelah India mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir. Setelah status istimewa itu dicabut, India mengerahkan ribuan pasukan untuk menjaga wilayah tersebut. Pada 10 Januari, Mahkamah Agung India meminta pemerintah untuk meninjau kembali pemblokiran internet dan jaringan telekomunikasi. Mahkamah Agung tidak mengizinkan pemblokiran internet dan telekomunikasi tanpa batas.

"Menangguhkan kebebasan warga untuk bergerak, pembatasan internet, dan kebebasan dasar tidak bisa dijadikan upaya untuk bertindang sewenang-wenang," ujar pernyataan Mahkamah Agung dalam persidangan.

Penduduk wilayah Jammu dan Kashmir mengkritik langkah pemerintah yang telah membuka kembali jaringan internet secara terbatas. Seorang mahasiswa, Zainab Shahid mengaku frustasi dengan pembatasan tersebut. Karena akses internet yang lambat, dia tidak bisa membuka jurnal-jurnal ilmiah untuk mendukung perkuliahannya.

"Saya sangat frustasi. Pemerintah mungkin ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka telah memulihkan internet, tetapi tidak ada gunanya. Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk membuka email," ujar Shahid dilansir Aljazirah, Ahad (26/1).

Pemblokiran jaringan internet selama 160 hari telah menyebabkan kerugian yang signifikan bagi ekonomi dan pariwisata di wilayah Jammu dan Kashmir. Kepala Kamar Dagang dan Indiustri Kashmir, Sheikh Ashiq mengatakan, pemblokiran internet telah membuat kerugian ekonomi sebesar lebih dari 2,5 miliar dolar AS.

"Kami belum melihat internet pulih secara keseluruhan. Ini adalah langkah yang sedikit terlambat," kata Ashiq.

Ashiq mengatakan, pemblokiran jaringan internet dan telekomunikasi mengakibatkan hilangnya puluhan ribu pekerjaan. Laporan Kamar Dagang dan Industri Kashmir, banyak bisnis yang telah tutup dan sedang mempertimbangkan untuk tutup.

Sektor-sektor yang secara langsung bergantung pada internet, seperti teknologi informasi dan e-commerce, juga mengalami kerugian. Sementara sektor pariwisata dan kerajinan menghadapi masa depan yang suram.

Seorang pemilik toko buku online, Asim Mehraj mengaku harus menutup bisnisnya selama pemblokiran internet. Menurutnya, pemulihan jaringan internet dengan akses terbatas sama sekali tidak membantu warga Kashmir.

"Pemulihan internet memberikan dampak yang sangat kecil. Bahkan jika pemerintah mengembalikan jaringan 4G, kami harus mengulang pekerjaan dari awal," ujar Mehraj.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement