Selasa 28 Jan 2020 06:10 WIB

Trump: Palestina akan Menerima Proposal Damai dengan Israel

Trump tengah menyusun rencana perdamaian Palestina-Israel.

Rep: Febryan A/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden AS Donald Trump yakin Palestina pada akhirnya akan menyetujui rencana perdamaian yang disusunnya bersama Israel.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump yakin Palestina pada akhirnya akan menyetujui rencana perdamaian yang disusunnya bersama Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meyakini Palestina pada akhirnya akan setuju dengan rencana perdamaian Palestina-Israel yang diajukan Gedung Putih. Hal ini disampaikan Trump usai menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan calon PM Israel Benny Gantz.

Sejauh ini, Palestina diketahui masih menolak proposal damai yang rencananya akan diumumkan pada Selasa (28/1) itu. Meski demikian, Trump meyakini Palestina secara diam-diam akan mau bernegosiasi.

Baca Juga

"Itu adalah sesuatu yang seharusnya mereka inginkan. Awalnya, mereka mungkin tidak akan menginginkannya. Saya pikir pada akhirnya mereka akan melakukannya. Saya pikir pada akhirnya mereka akan menginginkannya. Ini sangat baik untuk mereka," kata Trump bersama Netanyahu di Gedung Putih, Senin (26/1).

Trump menyebut rencana damai ini adalah "saran" untuk Israel dan Palestina yang telah lama ditunggu sebagai "rencana yang sangat besar". Meski begitu, Trump mengisyaratkan bahwa dirinya mengetahui penolakan Palestina.

"Kita akan melihat apa yang terjadi. Tanpa mereka, kita tidak melakukan kesepakatan. Tidak apa-apa. ... Kami berpikir bahwa ada peluang yang sangat bagus bahwa mereka akan menginginkan ini," kata Trump sebagaiman dikutip AP.

Pertemuan itu diadakan hanya sebulan jelang pemilihan umum Israel yang ketiga kalinya untuk menentukan Netanyahu melawan Gantz sebagai PM. Proposal damai ini juga dibuat di tengah banyaknya spekulasi kemungkinan berhasil rencana itu lantaran bias kepentingan Israel.

Disebut sebagai "Kesepakatan Abad Ini", proposal itu diperkirakan sejumlah pihak akan sangat menguntungkan israel. Netanyahu menyebutnya sebagai kesempatan untuk "membuat sejarah" dan menentukan perbatasan akhir Israel.

Menjelang pemungutan suara 2 Maret, Netanyahu telah menyerukan untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat dan memaksakan kedaulatan Israel pada semua pemukiman di sana. Media Israel berspekulasi bahwa rencana Trump itu akan membuka kemungkinan Netanyahu untuk mencaplok wilayah Palestina.

Persetujuan AS adalah dukungan besar bagi Netanyahu untuk terus menganeksasi wilayah Palestina. Menganeksasi Tepi Barat akan menguatkan dukungan kelompok nasionalis di Israel pada Netanyahu.

Di lain sisi, hal itu akan semakin melemahkan Palestina. Bukan tidak mungkin, Jordan akan marah apabila aneksasi terus berlanjut dan meluas.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengecam proposal damai tersebut. Ia menyebut proposal itu "bukanlah dasar untuk menyelesaikan konflik." Dia mengatakan rencana itu melanggar hukum internasional dan "berasal dari pihak (AS) yang telah kehilangan kredibilitasnya sebagai perantara yang jujur ​​dalam proses politik yang serius dan tulus."

Seorang pejabat Palestina mengatakan bahwa Presiden Mahmoud Abbas telah menolak tawaran dari para mediator dalam beberapa pekan terakhir untuk berbicara lewat telepon dengan Trump. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena dia sedang membahas masalah diplomatik rahasia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement