REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD— Utusan dari kedutaan besar 16 negara di Irak yang mencakup Prancis, Inggris dan juga Amerika Serikat pada Senin (28/1) mengecam penggunaan kekuatan berlebihan oleh pasukan keamanan Irak dan kelompok bersenjata.
Para diplomat itu juga menyeru penyelidikan yang dapat dipercaya terhadap ratusan korban tewas sejak Oktober.
"Meski ada jaminan dari pemerintah, pasukan keamanan dan kelompok bersenjata terus menggunakan tembakan langsung di berbagai lokasi ini, menimbulkan banyak korban tewas maupun luka dari kalangan sipil, sementara sejumlah demonstran menghadapi intimidasi dan penculikan," bunyi pernyataan gabungan, yang merujuk pada kota Baghdad, Nasriya, dan Basra.
Para duta besar itu mendesak Irak agar menghormati kebebasan berserikat serta hak untuk mengelar protes damai. Mereka juga meminta pemerintah Baghdad untuk "menjamin penyelidikan yang kredibel dan pertanggungjawaban atas 500 korban tewas dan ribuan korban luka sejak 1 Oktober."
Distrik-distrik di Baghdad pun menjadi medan pertempuran di hari ketiga pasukan keamanan berusaha mengakhiri demonstrasi berbulan-bulan menentang pemerintah yang didukung Iran.
Bentrokan yang terjadi pada akhir pekan kemarin menewaskan lima orang. Sebuah roket juga menghantam kompleks kedutaan besar Amerika Serikat (AS) yang berada di wilayah Zona Hijau tempat gedung-gedung pemerintahan berada.
Senin (27/1), sumber keamanan mengatakan tiga orang terluka dalam serangan yang mendarat di komplek kedutaan AS tersebut. Itu merupakan serangan pertama ke Zona Hijau setelah bertahun tahun-tahun.
Militer Irak mengatakan lima roket Katyusha menghantam Zona Hijau pada Ahad (26/1) kemarin. Mereka tidak melaporkan ada korban jiwa dalam serangan tersebut. Kedutaan Besar AS belum memberikan komentar.
Pihak berwenang mulai memukul mundur pengunjuk rasa pada Sabtu (25/1). Mereka berusaha mengakhiri protes yang berlangsung sejak 1 Oktober di Baghdad dan kota-kota lain di selatan Irak. Pengunjuk rasa menuntut korupsi segera ditumpas, semua elit politik mundur, dan pemilihan umum yang bebas.
Setidaknya 75 orang terluka, sebagian besar karena tembakan peluru tajam di Nassiriya. Sumber keamanan dan medis mengatakan bentrokan terjadi ketika pasukan keamanan berusaha memukul mundur pengunjuk rasa dari jembatan di kota itu.
Empat orang penembak tak dikenal yang dibawa oleh sebuah truk menyerang pengunjuk rasa di kamp mereka. Salah satu sumber mengatakan para pelaku menembak mati dua orang dan membakar tenda-tenda pengunjuk rasa.
Saksi mata mengatakan para pengunjuk rasa mulai membangun struktur permanen dengan batu bata. Sementara yang lainnya menerobos ke kantor polisi dan membakar lima kendaraan polisi yang diparkir di sana.
Gerakan tanpa pemimpin itu menjadi tantangan tak biasa bagi pemerintah Irak yang didukung Iran. Kelompok muslim Syiah mulai berkuasa sejak AS melakukan invasi untuk menggulingkan diktaktor Saddam Hussein pada 2003.
Pada Senin, pertempuran sengit terjadi di wilayah Khiliani yang terletak di pusat kota Baghdad dekat Tahrir Square. Pengunjuk rasa melempari pasukan keamanan dengan batu dan bom molotov. Pasukan keamanan membalasnya dengan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam yang ditembakan ke udara.
Unjuk rasa berlanjut di kota-kota di sebelah selatan. Walaupun pasukan keamanan berulang kali membongkar tenda-tenda para demonstran. Hampir 500 orang tewas dalam kerusuhan ini baik pasukan keamanan maupun orang tidak dikenal menembaki orang-orang hingga tewas.