Selasa 28 Jan 2020 19:36 WIB

Mahasiswa Indonesia di Wuhan Kekurangan Masker

Mahasiswa Indonesia di Wuhan kekurangan logistik medis seperti masker

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Petugas medis mengenakan pakaian proteksi lengkap di kota Wuhan, China, yang terkena wabah virus Corona. Mahasiswa Indonesia di Wuhan kekurangan logistik medis seperti masker. Ilustrasi.
Foto: Chinatopix via AP
Petugas medis mengenakan pakaian proteksi lengkap di kota Wuhan, China, yang terkena wabah virus Corona. Mahasiswa Indonesia di Wuhan kekurangan logistik medis seperti masker. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Indonesia di Wuhan kekurangan logistik medis seperti masker, suplemen, dan peralatan pertolongan pertama. Mahasiswa program master jurusan pendidikan di Wuhan University of Technology Alfi Rian Tamara mengatakan selain logistik medis, saat ini makanan juga semakin menipis.

"Masalah logistik seperti bahan makanan sulit dicari tapi masih aman. Namun seperti masker atau peralatan medis dan bahan-bahan vitamin, obat-obatan, penanganan pertama seperti flu, batuk, pilek sudah tidak ada, susah sekali," kata Rian, Selasa (28/1).

Baca Juga

Logistik medis sangat sulit didapatkan karena banyak apotek yang tutup. Padahal, kata Rian, masker hal yang paling dibutuhkan mahasiswa Indonesia di Wuhan saat ini. Rian sudah mendengar pemerintah Indonesia berencana mengirimkan 10 ribu masker.

"Katanya 10 ribu masker dari Indonesia telah dikirim ke Tiongkok besok," kata Rian.

Rian menambahkan karena kekurangan masker para mahasiswa Indonesia di Wuhan pun hanya bisa berkumpul di kamar. Karena sangat berbahaya berada di ruang terbuka tanpa memakai masker.

"Dan juga misalnya kalau ada informasi apotek yang buka kami akan cari," tambah Rian.

Rian mengatakan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Wuhan memang kerap berkumpul. Dengan berkumpul mereka bisa lebih ceria. Selama Wuhan ditutup, mereka mengisi kegiatan dengan memasak dan makan bersama.

"Masak bersama, makan bersama, salat, mengaji, main gim, baca-baca berita, menelepon orang tua," kata Rian.

Muhammad Aris Ichwanto dari Central China Normal University mengatakan logistik di kampusnya masih aman. Sejak Senin (27/1) kemarin Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga sudah memberikan bantuan logistik.

"Tapi karena bantuan fisik itu agak sulit karena akses masuknya, jadi kami dikasih pendanaan dari KBRI. Mulai dari kemarin dan hari ini kami juga sudah belanja, maksudnya belanja kebutuhan-kebutuhan logistik pangan kami mulai sayur-sayuran, buah-buahan, beras, air mineral, dan mi instan," kata Aris.

Aris pun mengakui masker sulit didapat tapi Normal University menyediakan masker. Satu kamar mendapatkan 10 masker dan satu botol besar sanitizer. Sementara belum ada obat-obatan yang diberikan karena mahasiswa juga banyak yang membawanya dari Indonesia.

Aris mengatakan setiap hari di kampusnya ada alat untuk mengukur suhu tubuh. Setiap pukul 12.00 waktu setempat, mahasiswa harus melaporkan suhu tubuh mereka. Pemeriksaan dilakukan oleh para sukarelawan di Wuhan.

"Setiap hari itu sukarelawan pasti akan datang ke kamar memeriksa suhu tubuh mahasiswa. Jadi misalnya ada yang perlu ditangani atau suhu tubuhnya naik bisa langsung dirujuk ke rumah sakit kampus," kata Aris.

Hingga kini baik mahasiswa Indonesia maupun mahasiswa internasional lainnya tidak ada yang memiliki gejala kenaikan suhu tubuh. Aris mengatakan kondisi kota tidak lebih seperti saat liburan. Hanya saja sekarang tidak boleh datang ke keramaian dan transportasi publik pun ditutup.

Lima hari yang lalu pemerintah China mengisolasi Kota Wuhan, pusat penyebaran virus Corona. Isolasi ini sebagai bagian dari upaya karantina. Seluruh operasi transportasi publik keluar dan masuk kota Wuhan juga dihentikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement