Kamis 30 Jan 2020 00:03 WIB

Indonesia: Palestina Harus Selesai dengan Solusi Dua Negara

Indonesia mendorong dihidupkan kembali dialog penyelesaian konflik Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Indonesia: Palestina Harus Selesai dengan Solusi Dua Negara. Demonstrasi mendukung Palestina di Jakarta (ilustrasi).
Foto: Agung Rajasa/Antara
Indonesia: Palestina Harus Selesai dengan Solusi Dua Negara. Demonstrasi mendukung Palestina di Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyatakan penyelesaian konflik Israel-Palestina harus berdasarkan prinsip solusi dua negara. Prosesnya pun mesti menghormati hukum internasional.

"Indonesia menegaskan kembali pada saat bicara isu Palestina, Indonesia secara konsisten berpegang teguh pada amanat konstitusi. Penyelesaian masalah Palestina harus berdasarkan prinsip 'solusi dua negara' yang menghormati hukum internasional dan parameter yang disepakati dunia internasional," kata Kementerian Luar Negeri melalui akun Twitter resminya pada Rabu (29/1).

Baca Juga

Indonesia akan mendorong dihidupkannya kembali dialog yang melibatkan para pihak terkait. Hal itu guna tercapainya stabilitas dan perdamaian abadi.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri itu dirilis setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah yang digagasnya. Rencana tersebut dinilai mengamankan kepentingan politik Israel dan mengabaikan tuntutan Palestina.

Dalam rencananya, Trump tetap menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Dia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat serta Lembag Yordan.

Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Netanyahu AS telah menetapkan persyaratan tertentu pada warga Palestina untuk memulai negosiasi, termasuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan kedaulatannya atas Yerusalem. Washington pun menuntut Palestina agar melucuti Jalur Gaza.

Palestina diminta berhenti mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Ia pun tak diperkenankan menjadi anggota organisasi internasional tanpa persetujuan Israel.

Menurut Netanyahu, tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan tadi, tidak akan ada perubahan di Area C, Tepi Barat. "Pada saat yang sama, Israel akan menerapkan hukumnya ke Lembah Yordan, untuk semua komunitas Yahudi di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dan ke daerah-daerah lain yang ditunjuk oleh rencana itu sebagai bagian dari Israel dan yang telah disetujui  AS untuk diakui sebagai bagian dari Israel," ujarnya.

Dia berjanji Israel tidak akan membangun permukiman baru atau memperluas kegiatan konstruksi di Area C selama empat tahun mendatang. Di bawah Kesepakatan Oslo 1995, Tepi Barat yang diduduki memang dipecah menjadi tiga area, yakni Area A, B, dan C. Area A adalah wilayah yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Palestina.

Kemudian Area B merupakan wilayah yang dikendalikan Otoritas Palestina, namun sektor keamanannya dikontrol Israel. Sedangkan Area C adalah wilayah yang sepenuhnya dikuasai Israel.

Namun pembagian wilayah itu dianggap tak adil. Pasalnya Area C merupakan wilayah pertanian dan sumber air utama Tepi Barat. Karena berada di bawah kekuasaan Israel, warga Palestina memiliki keterbatasan akses terhadap area tersebut.

Saat ini Area C dihuni sekitar 300 ribu warga Palestina. Sebagian besar di antaranya adalah masyarakat Badui dan penggembala yang tinggal di karavan, tenda, bahkan gua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement