Kamis 30 Jan 2020 15:30 WIB

Kasus Corona tanpa Gejala Buat Jepang Khawatir

Jepang khawatirkan kasus infeksi virus Corona namun tidak menunjukkan gejala

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Turis mengenakan masker berfoto dengan latar logo Olimpiade di Odaiba, Tokyo, Jepang, Rabu (29/1). Jepang khawatirkan kasus infeksi virus Corona namun tidak menunjukkan gejala. Ilustrasi.
Foto: AP
Turis mengenakan masker berfoto dengan latar logo Olimpiade di Odaiba, Tokyo, Jepang, Rabu (29/1). Jepang khawatirkan kasus infeksi virus Corona namun tidak menunjukkan gejala. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kementerian Kesehatan Jepang mengumumkan sebanyak tiga orang Jepang yang dievakuasi dari Wuhan dalam penerbangan telah dipastikan terinfeksi virus Corona jenis baru (2019-nCoV). Hal yang mengkhawatirkan justru dua kasus tidak menunjukkan gejala apa pun.

Kedua kasus tersebut adalah kasus pertama di Jepang dari orang tanpa gejala yang dikonfirmasi telah terinfeksi virus. Rasa khawatir pun timbul karena rawat inap wajib menggunakan dana publik untuk mengobati pasien yang memang memiliki gejala saja.

Baca Juga

Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan pemerintah akan mengambil semua langkah yang mungkin untuk mencegah penyebaran virus. Di antara langkah-langkah tersebut, pemerintah akan mengonfirmasi informasi kontak dari semua pendatang ke Jepang yang memiliki catatan tinggal di Wuhan dan melakukan pemeriksaan kesehatan.

Kasus ini ditemukan di antara 206 orang Jepang yang dievakuasi ke Tokyo dari Wuhan, China pada Rabu (29/1). Dari para pengungsi itu, 12 dirawat di rumah sakit karena memiliki gejala seperti demam dan batuk. Dua menolak dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa tetapi diantar pulang dan sebanyak 201 dinyatakan negatif.

Virus 2019-nCoV dapat menular selama masa inkubasi yang dapat berkisar antara satu hingga 14 hari. Ini tidak terjadi pada Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Kondisi tersebut yang menjadi pertimbangan karena dua orang yang meminta pulang karena tidak memiliki gejala bisa saja membawa virus.

Abe mengatakan sangat disesalkan dua orang yang kembali pada Rabu telah menolak untuk diuji. Namun, dia menyadari ada batasan untuk apa yang dapat dilakukan pemerintah secara hukum.

"Sangat disayangkan bahwa mereka menolak untuk diuji. Tidak ada kendala hukum (pada mereka yang tidak memiliki gejala). Ada aspek hak sipil dan ada batasan untuk apa yang bisa kita lakukan," kata Abe kepada panel parlemen.

Virus ini dikenal awalnya dengan gejala virus pneumonia termasuk demam, batuk, dan sesak napas. Namun, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) telah mencatat beberapa dari mereka yang menderita Corona telah menunjukkan sedikit atau tidak ada gejala.

Hal itu disimpulkan dari kasus seorang anak berusia 10 tahun terinfeksi virus tidak memiliki gejala sama sekali. Sekarang kasus bertambah dan diperkuat dengan dua kasus dari Jepang.

"Kami telah melihat pasien, terutama anak-anak, yang menderita pneumonia tetapi tidak memiliki gejala, tidak ada demam atau batuk, yang berarti bahwa tidak mudah mengenali kasus infeksi Coronavirus baru ini, yang membuat pengendalian wabah ini lebih sulit,” kata ahli mikrobiologi di Universitas Hong Kong Yuen Kwok-yung, dikutip dari Time.

Orang terinfeksi yang tidak menunjukkan gejala kemungkinan tidak akan mencari perawatan medis, seperti pada kasus di Jepang. Mereka memilih tinggal di rumah, pergi ke tempat kerja atau sekolah, dan ini dapat memfasilitasi penyebaran virus dan membuatnya lebih sulit untuk diketahui.

Selain itu, skrining suhu dan gejala demam tidak bisa diandalkan karena sedang memasuki musim dingin. Menurut Asisten professor di sekolah ilmu biologi di Nanyang Technological University di Singapura Richard Sugrue, satu-satunya cara untuk mengonfirmasi infeksi 2019-nCoV adalah pengujian diagnostik seperti tes polymerase chain reaction (PCR) atau mikroskop elektron.

Tes ini mungkin membutuhkan waktu beberapa jam untuk diselesaikan. Kendala ini yang tidak akan mungkin terjadi dalam kondisi mendesak seperti bandara internasional, ketika puluhan ribuan orang melewati setiap hari.

sumber : Reuters/Time
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement