Jumat 31 Jan 2020 04:12 WIB

Jaringan UNCEF akan Beri Pendidikan di Kamp Bangladesh

Bangladesh mengizinkan anak-anak Rohingya memperoleh akses pendidikan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangladesh mengizinkan anak-anak Rohingya memperoleh akses pendidikan. Juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk pengungsi di Dhaka Mostafa Mohammad Sazzad Hossain mengatakan program pelatihan guru sedang dikembangkan. Mereka akan merekrut guru dari berbagai komunitas.

Sebanyak 1.600 jaringan pusat pendidikan yang dikelola UNICEF akan memberikan pendidikan dasar pada lebih dari 145 ribu anak di kamp-kamp pengungsian di selatan Bangladesh. Ada sekitar satu juta warga Rohingya yang tinggal di sana. Setengahnya adalah anak-anak.

Baca Juga

"Individu baik dari komunitas Bangladesh maupun Rohingya yang memiliki kualifikasi akademik dan pengalaman yang tepat akan direkrut dan dilatih sebagai guru," kata dia.

Selama bertahun-tahun pemerintah Myanmar selalu menganggap warga Rohingya sebagai imigran dari Bangladesh. Sejak tahun 1982 Myanmar menolak kewarganegaraan hampir seluruh orang Rohingya.

Hal ini membuat mereka tidak memiliki negara. Pergerakan dan hak-hak dasar mereka juga dibatasi salah satunya hak mendapat pendidikan.

Pada pekan lalu Badan hukum PBB Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Myanmar untuk mengambil semua langkah yang dibutuhkan untuk mencegah genosida terhadap muslim minoritas Rohingya. Putusan ini dianggap kemenangan bagi orang-orang Rohingya.

"Mahkamah Internasional berpendapat warga Rohingya di Myanmar masih sangat rentan," kata Presiden pengadilan Hakim Abdulqawi Ahmed Yusuf.

Pengadilan menambahkan putusan yang disebut sebagai perintah pengadilan (provisional measures) bertujuan untuk melindungi warga Rohingya ini mengikat. Putusan ini menciptakan kewajiban hukum internasional bagi Myanmar.

Hakim juga memerintahkan Myanmar memberikan laporkan empat bulan ke depan langkah apa saja yang sudah diambil untuk menjalankan perintah pengadilan. Laporan selanjutnya diberikan enam bulan berikutnya.  

Aktivis hak asasi manusia menyambut baik putusan ini. Direktur hukum internasional Human Right Watch Param-Preet Singh mengatakan perintah ICJ agar Myanmar mengambil langkah konkrit mencegah genosida terhadap Rohingya sangat penting untuk menghentikan kekejaman terhadap masyarakat yang paling teraniaya di dunia.

"Pemerintah-pemerintah yang peduli dan lembaga-lembaga PBB sekarang harus mempertimbangkan untuk memastikan perintah itu ditegakan di saat kasus genosida ini bergerak maju," kata Singh.

Aktivis Rohingya, Lwin mendesak pihak berwenang Bangladesh untuk menciptakan kesempatan yang lebih luas lagi bagi remaja Rohingya. Sehingga mereka dapat menempuh pendidikan tinggi.

"Di Myanmar akses remaja kami ke universitas sudah diblokir sejak tahun 2012, mereka bermimpi menjadi profesional, mimpi mereka dapat terwujud bila Bangladesh membantu," katanya.

sumber : ap
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement