Jumat 31 Jan 2020 05:10 WIB

Warga Australia di Wuhan Tolak Rencana Evakuasi

Karantina warga Australia di Pulau Christmast dinilai tidak adil.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Pusat Wuhan merawat pasien yang diduga terpapar virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (23/1).
Foto: The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Handout via REUTERS
Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Pusat Wuhan merawat pasien yang diduga terpapar virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, WUHAN — Seorang pria asal Australia yang menetap di Wuhan, Provinsi Hubei, China bernama Rui Severino menolak untuk dipulangkan. Dia mengatakan akan lebih memilih untuk tetap berada di sana, meski isolasi tengah diberlakukan karena potensi penyebaran virus corona.

Menurutnya, hal itu akan lebih baik, dibandigkan dengan mengikuti rencana pemerintah Negeri Kangguru yang akan mengevakuasi warganya, namun sekaligus melakukan karantina terhadap mereka di pusat tahanan Pulau Christmas.

Baca Juga

Severino merupakan seorang pelatih kuda pacu dari Melbourne yang telah tinggal di China selama empat tahun terakhir. Menurutnya, langkah Pemerintah Australia untuk menahan warga di Pulau Christmas merupakan sesuatu yang sangat tidak adil.

Meski telah menerima tawaran untuk dievakuasi oleh pejabat kedutaan Australia di China, Severino memilih untuk menolaknya. Ia mengatakan berniat untuk tetap berada di Wuhan dan merasa bahwa di kota itu masih relatif aman baginya saat ini, serta ada tanggung jawab pada pekerjaannya, seperti kuda-kuda yang harus dirawat.

“Saya tidak bisa meninggalkan tim saya, kuda-kuda ini, dan mereka yang menaruh kepercayaan pada saya setiap harinya,” ujar Severino, dilansir The Guardian, Kamis (30/1).

Meski demikian, Severino tetap mendukung langkah Pemerintah Australia untuk melindungi warganya dari wabah virus corona. Namun, ia menilai menempatkan orang-orang yang dikhawatirkan terinfeksi dari China di sebuah fasilitas penahanan atau yang berarti selayaknya penjara, bukanlah hal yang dapat diterima.

“Ini adalah keluarga dengan ibu, anak-anak, dan lainnya dan mereka dievakuasi dari sini untuk berada di balik jeruji besi atau lainnya di pusat penahanan. Saya yakin mereka bisa menemukan tempat lebih baik untuk melakukan karantina,” jelas Severino.

Pulau Christmas yang terletak 2.600 km dari daratan Australia di Samudera Hindia menjadi lokasi fasilitas penahanan imigrasi yang terkenal.  Saat ini ada satu keluarga yang ditahan di sana berasal dari Tamil dan dua anak mereka yang lahir di Australia. Mereka sedang berjuang dengan adanya kemungkinan dideportasi dari negara itu.

Sementara, di tengah situasi darurat wabah virus corona, warga Australia yang dievakuasi dengan penerbangan sewaan dari Wuhan diberitahukan akan dikarantina di pusat penahanan Pulau Christmast tersebut hingga 14 hari. Waktu ini ditentukan, mempertimbangkan periode inkubasi yang diakui secara internasional untuk virus tersebut.

"Benar-benar keterlaluan. Tidak ada negara yang akan memikirkannya. Negara-negara lain akan menempatkan orang di rumah sakit dan pusat medis yang tepat dan melakukan tindakan medis yang tepat,” kata Severino menambahkan.

Severino hanya mengenal satu orang Australia lainnya di Wuhan. Temannya tersebut juga telah dihubungi oleh pejabat Australia untuk menawarkan perjalanan pulang, tetapi mengatakan kepada Severino bahwa ia jelas tidak akan berada dalam situasi tersebut.

Menurutnya, hal itu  adalah yang dipikirkan benar banyak warga Australia, Severino menilai mereka akan lebih suka tetap dikurung di Wuhan daripada menghabiskan  waktu hingga 14 hari di Pulau Christmast.

Namun, Severino mengatakan bahwa jika akan pergi saat situasi benar-benar telah berbahaya. Ia kemudian berbagi cerita mengenai kehidupan di Wuhan setelah wabah virus corona terjadi.

Ia yang tinggal di daerah perumahan sekitar 15 menit dari pusat Wuhan mengatakan setelah meninggalkan lingkungan rumah, suhu tubuhnya akan diperiksa. Severino juga harus memperitahukan mengenai ke mana akan pergi dan melakukan pemeriksaan suhu kembali setelah lima menit berkendara, serta ditempatkan di ruang ultrviolet untuk langkah disinfeksi.

Wuhan saat ini memang benar-benar sepi, mengingat betapa sibuknya kota dengan populasi 11 juta orang itu biasanya. Severino mengatakan sebanyak 90 persen pertokoan di sana belum kembali dibuka sejak libur Tahun Baru Imlek dan meskipun ada yang buka, jarang ada makanan tersedia karena stok terus menipis dengan banyaknya orang yang membutuhkan.

"Kemarin saya mencoba pergi berbelanja dan hanya ada satu toko yang buka, jadi tentu saja semua orang jelas pergi ke toko itu dan tak banyak yang tersisa. Ada beberapa supermarket kecil dan toko-toko kecil yang buka, tetapi saat ini semua orang hanya nasi dan sayuran,” kata Severino.

Meski demikian, Severino mengatakan terkesan dengan langkah Pemerintah China yang cepat melakukan tindakan untuk mengendalikan wabah. Warga di Wuhan pun menurutnya tetap cukup tenang dan memathui semua aturan yang diberlakukan untuk menjaga situasi penyebaran virus tidak semakin memburuk. Sementara itu, pada Kamis (30/1) di Australia ada tujuh kasus yang dikonfirmasi terkait virus corona.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement