REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia mengkritik rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rencana itu dianggap tak adil dan terlalu berpihak pada kepentingan Israel.
"Proposal ini sangat berat sebelah, berusaha untuk menghargai Israel sebagai penjajah dengan mengorbankan Palestina dan rakyatnya," kata kantor Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat (31/1), dikutip Andolu Agency.
Malaysia pun mengkritik AS yang tak melibatkan perwakilan Palestina dalam menyusun rencana perdamaian tersebut. "Palestina memiliki hak untuk menolaknya," katanya.
Negeri Jiran kembali menegaskan bahwa penyelesaian konflik Palestina-Israel harus melalui solusi dua negara. "Malaysia berdiri pada posisinya bahwa penciptaan negara merdeka Palestina melalui solusi dua negara, berdasarkan perbatasan pra-1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya adalah satu-satunya solusi yang layak," ujarnya.
Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah-nya pada Selasa (28/1) lalu. Dalam rencana itu, Trump tetap menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan.
Sementara untuk Palestina, Trump mengusulkan Abu Dis sebagai ibu kota negara. Abu Dis adalah sebuah kota yang berada di Yerusalem Timur. Terkait hal itu, Trump menetapkan lini waktu selama empat tahun bagi Israel dan Palestina untuk menyetujui pengaturan keamanan.
Trump mengatakan dalam 10 tahun ke depan akan ada 1 juta pekerjaan baru bagi warga Palestina. Selain itu, investasi sebesar 50 miliar dolar AS akan ditanamkan di Palestina. Hal itu bertujuan membantu perekonomian Palestina.
Detail rencana itu tentu banyak mengabaikan tuntutan Palestina dan mengabulkan sebagian besar permintaan Israel. Palestina diketahui telah berulang kali menegaskan bahwa mereka hendak menjadi negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Palestina pun kerap menyatakan hal tersebut tak dapat ditawar.
Kemudian perihal solusi ekonomi, Palestina menolaknya. Menurutnya, solusi politik lebih dibutuhkan dalam menyelesaikan konflik dengan Israel.