REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perwakilan Khusus Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) dan Sekretaris Jenderal untuk Irak Jeanine Hennis-Plasschaert menyambut penunjukan Perdana Menteri baru Mohammed Tawfiq Allawi, Sabtu (1/1). Dia menyatakan dengan penunjukan tersebut maka harus membuat Irak bergerak maju dalam reformasi dengan mempertimbangkan tuntutan demonstran.
"Penunjukan perdana menteri menghadapi tugas yang monumental, pembentukan kabinet yang cepat, dan konfirmasi parlemen untuk terus maju dengan reformasi yang berarti untuk memenuhi tuntutan rakyat, memberikan keadilan dan akuntabilitas," kata Hennis-Plasschaert dalam sebuah pernyataan dikutip dari Anadolu Agency.
Presiden Irak Barham Salih menugaskan mantan menteri komunikasi untuk membentuk pemerintahan baru dalam waktu satu bulan, pada Sabtu (1/2). Pergerakan cepat tersebut, menurut Hennis-Plasschaert, akan dihadapkan dengan tantangan penuh kesulitan.
Terlebih lagi, rakyat Irak menunjukkan protes yang cukup kuat sebelumnya. Allawi harus dapat memberikan pelayanan yang optimal dengan penuh komitmen dalam memenuhi tuntutan pemrotes.
"Meskipun ini merupakan tanda yang disambut dan membesarkan hati, rakyat Irak pada akhirnya akan menilai kepemimpinan mereka atas hasil dan pencapaian," kata Hennis-Plasschaert.
PBB pun mengulangi seruan pada semua pemangku kepentingan mengutamakan kepentingan nasional. Hennis-Plasschaert pun mendesak agar Irak bertindak.
Hennis-Plasschaert meminta pemimpin baru dapat berusaha sangat keras membawa negara itu keluar dari krisis. "PBB akan terus mendukung rakyat Irak dan pemerintah mereka untuk membangun Irak yang lebih damai, adil, dan makmur," ujarnya.
Allawi mengatakan, akan membangun pemerintahan yang bebas dari sektarianisme dan faksionalisme politik. Dia pun meminta para pemrotes untuk melanjutkan demonstrasi mereka sampai perubahan dicapai di negara itu.
Sedangkan, para pemrotes Irak menginginkan pemerintah teknokrat yang tidak berafiliasi dengan partai politik di negara itu. Namun, mereka melihat Allawi sebagai kandidat yang berasal dari partai politik, sehingga tidak memberikan tawaran yang sesuai.
Irak telah diguncang oleh protes massa sejak awal Oktober karena kehidupan rakyat yang buruk dan korupsi. Peristiwa itu mendorong Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi untuk mengundurkan diri pada 29 November. Pengunduran dirinya diterima pada 1 Desember.