Selasa 04 Feb 2020 12:55 WIB

AS Bela Turki dalam Serangan di Idlib Suriah

Pasukan rezim Suriah menyerang tentara Turki di Idlib.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pasukan Relawan Helm Putih  memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota  Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Pasukan Relawan Helm Putih memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendukung Turki dalam kasus serangan di Idlib Suriah baru-baru ini. Serangan itu dilancarkan rezim Suriah terhadap belasan tentara Turki dan melukai beberapa lainnya.

"Kami mendukung sekutu NATO (Turki) melawan tindakan tersebut, kami juga berbelasungkawa kepada pemerintah Turki atas kematian rakyat dan sepenuhnya mendukung tindakan pertahanan diri Turki yang dibenarkan sebagai tanggapan," ujar salah satu juru bicara Departemen Luar Negeri AS yang meminta tak menyebutkan jati dirinya dikutip Anadolu Agency, Selasa (4/2).

Baca Juga

"Kami kini tengah berkonsultasi dengan pemerintah Turki tentang masalah ini," ujarnya menambahkan.

Serangan mematikan di provinsi barat laut Suriah, Idlib telah menewaskan tujuh tentara Turki, dan satu kontraktor sipil yang tengah bekerja dengan militer Turki. Sebanyak 13 orang lainnya mengalami luka, meski kini sudah membaik.

Turki kemudian menyerang lebih dari 50 target sebagai pembalasan. "Dari serangan itu, 76 tentara Suriah tewas," ujar Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar.

Wilayah Idlib jatuh ke tangan oposisi dan kelompok bersenjata anti- pemerintah sejak pecahnya perang saudara. Saat ini, wilayah tersebut adalah rumah bagi sekitar empat juta warga sipil, termasuk ratusan ribu pengungsi dalam beberapa tahun terakhir.

Turki dan Rusia menginisiasi kesepakatan pada September 2018 untuk mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi yang berarti tindakan agresi militer secara tegas dilarang. Meski demikian, rezim Suriah dan sekutunya secara konsisten melanggar ketentuan gencatan senjata itu. Pasukan Suriah malah kerap meluncurkan serangan di dalam zona, dan membunuh setidaknya 1.300 warga sipil sejak perjanjian itu.

"Tindakan destabilisasi Rusia, rezim Iran, Hizbullah, dan rezim Assad menghalangi pembentukan gencatan senjata nasional di Suriah seperti yang disebut dalam UNSCR 2254 dan kembalinya dengan aman ratusan ribu pengungsi di Suriah utara ke rumah mereka," kata juru bicara itu. UNSCR merujuk pada resolusi Dewan Keamanan PBB 2015 yang menyerukan gencatan senjata di Suriah dan penyelesaian politik konflik.

"AS akan melakukan semua kekuatannya untuk memblokir reintegrasi rezim Assad ke dalam komunitas internasional sampai negara itu mematuhi semua ketentuan UNSCR 2254, termasuk gencatan senjata nasional yang memasukkan Idlib," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement