Rabu 05 Feb 2020 18:38 WIB

Palestina Tegaskan Tolak Rencana Perdamaian Trump

Rencana perdamaian Trump justru malah merugikan Palestina.

Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hamad, menilai rencana perdamaian Trump justru malah merugikan Palestina.
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hamad, menilai rencana perdamaian Trump justru malah merugikan Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pemerintah Palestina menyatakan sikap tegas untuk sepenuhnya menolak tawaran pengajuan rencana Perdamaian Timur Tengah (Middle East Peace Plan) oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, 

“Masyarakat Palestina, baik umat Muslim maupun Kristen, serta kepemimpinan kami, menolak perjanjian tersebut,” kata Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hamad, di Jakarta, Rabu (5/1).

Baca Juga

Taher menegaskan bahwa Palestina menentang kesepakatan tersebut berdasarkan beberapa alasan, salah satunya adalah pemberian Yerusalem kepada Israel sebagaimana tertera dalam rencana perdamaian itu.

Pada akhir Januari lalu, Trump menyebut dia menginginkan agar kesepakatan perdamaian yang dia ajukan dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan, tak hanya bagi Israel, namun bagi Palestina, sebagaimana tercantum di laman resmi Gedung Putih.

Dalam pernyataan yang disampaikan bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Trump menyebut kesepakatan ini bisa jadi “kesempatan terakhir” yang dapat diambil Palestina dalam upaya membentuk negara independen.

Namun, Palestina memiliki pandangan berbeda terkait ‘Deal of Century’. “Kesepakatan ini hanyalah proposal bagi rezim apartheid yang melegitimasi proyek kolonial Israel di Tepi Barat,” ujar Wadubes Taher.

Dia menambahkan kesepakatan itu juga akan membiarkan permukiman Yahudi berdiri di atas tanah Palestina. “Saat ini terdapat 720 ribu pemukim ilegal di tanah kami. Lebih dari 136 permukiman berada di Tepi Barat,” kata dia.

Taher menegaskan kembali komitmen Palestina untuk mencapai perdamaian berdasarkan keputusan yang telah diterima dan resolusi internasional.

Pihaknya tetap menginginkan adanya solusi dua negara (two-state solution) dan menginginkan penetapan Yerusalem Timur sebagai ibu kota resmi Palestina, serta adanya solusi yang adil bagi para refugee. “Target kami adalah perlawanan yang damai tanpa melibatkan kekerasan,” kata dia.

Komitmen tersebut, lanjut Taher, akan menjadi salah satu agenda Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan akan berbicara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sepekan ke depan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement