Kamis 06 Feb 2020 09:36 WIB

China Bantah Asumsi Virus Corona Diproduksi di Laboratorium

Global Times melaporkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa di laboratorium

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Christiyaningsih
Penumpang menunjukkan gambar ilustrasi coronavirus pada ponselnya di Bandara Guangzhou. Global Times melaporkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa di laboratorium. Ilustrasi.
Foto: Alex PlavevskiEPA-EFE
Penumpang menunjukkan gambar ilustrasi coronavirus pada ponselnya di Bandara Guangzhou. Global Times melaporkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa di laboratorium. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Surat kabar yang berafiliasi dengan Partai Komunis Tiongkok, Global Times, telah menerbitkan tanggapan semi-resmi pertama untuk meluruskan asumsi terkait virus Corona baru atau Novel Coronavirus (2019-nCoV). Asumsi yang dimaksud menyebut virus Corona sengaja diciptakan di laboratorium pemerintah dan tidak disebabkan oleh transmisi alami virus hewan kepada manusia.

Dalam sebuah laporan mendalam pekan ini yang mengutip para pakar China, Global Times melaporkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa di laboratorium. Selama ini pemerintah China memang belum menanggapi secara resmi perdebatan tentang apakah virus 2019-nCoV mungkin berasal dari laboratorium atau merupakan hasil dari virus hewan yang mungkin berasal dari kelelawar dan dipindahkan ke manusia melalui hewan lain.

Baca Juga

Teori ketiga menyebut bahwa virus itu mungkin sedang dipelajari di Institut Virologi Wuhan, yang menampung satu-satunya laboratorium aman level 4 di China untuk melakukan penelitian tentang virus mematikan. Namun kemudian virus tersebar melalui pekerja yang terinfeksi atau hewan uji yang dicuri atau dijual ke pasar hewan liar di kota tempat virus pertama kali muncul.

“Novel Coronavirus 2019 pada dasarnya merupakan hukuman bagi gaya hidup tidak bersih manusia. Saya bersumpah dengan hidup saya bahwa virus itu tidak ada hubungannya dengan laboratorium,” kata seorang peneliti di Institut Virologi Wuhan, Shi Zhengli, melalui akun WeChat seperti dilansir The Washington Times, Kamis (6/2).

Ahli virologi China juga menyatakan bahwa manusia tidak dapat membuat virus Corona dan tuduhan bahwa virus 2019-nCoV sengaja diciptakan adalah tuduhan tidak berdasar. Mereka menolak laporan ilmiah dan laporan lain tentang asal manusia sebagai teori konspirasi.

"Di depan teori konspirasi, kita semua harus berpikir dua kali dan berpikir tentang diri kita sendiri, daripada menyalahkan orang lain," ungkap mantan wakil direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, Yang Gonghuan.

Kedutaan besar China di Washington juga sangat membantah teori hubungan antara laboratorium dan virus 2019-nCoV yang kini mewabah. "Penyebaran disinformasi ini merusak dan berisiko menimbulkan kepanikan dan menggagalkan upaya terkoordinasi komunitas global untuk menahan wabah dan mengobati para korban virus Corona," tulis Duta Besar Counselor Fang Hong dalam suratnya kepada The Washington Times.

Mantan perwira intelijen militer Israel Dany Shoham, yang telah mempelajari senjata perang biologis China, mengatakan bahwa lembaga virologi Wuhan mungkin terkait dengan program bio-senjata rahasia Beijing. "Pada prinsipnya, infiltrasi virus keluar mungkin terjadi. Baik sebagai kebocoran atau sebagai infeksi tanpa disadari dalam ruangan dari seseorang yang biasanya keluar dari fasilitas terkait. Ini bisa menjadi kasus dengan Institut Virologi Wuhan. Tetapi sejauh ini tidak ada bukti atau indikasi untuk kejadian seperti itu,” kata Shoham.

Mark Kortepeter, seorang ahli senjata perang biologis, menilai akan sulit untuk membuktikan adanya virus Corona yang disebabkan oleh kecelakaan laboratorium. "Laboratorium itu memiliki beberapa mekanisme dan prosedur keselamatan yang tinggi untuk mencegah kesalahan manusia," kata Profesor epidemiologi di Pusat Medis Universitas Nebraska tersebut.

“Jika ada sesuatu yang akan dilepaskan dari laboratorium penahanan, orang harus berasumsi ada pelanggaran dalam protokol laboratorium. Peristiwa yang paling mungkin adalah pekerja yang secara tidak sengaja terpapar dan kemudian secara tidak sengaja memaparkan orang lain,” kata Kortepeter yang juga penulis Inside the Hot Zone: A Soldier on the Front Line of Biological Warfare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement