REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus korona baru atau Novel Coronavirus (2019-nCoV) telah menginfeksi sekitar 37 ribu orang dengan jumlah kematian mencapai 811 orang. Karena penularan atau transmisinya sangat cepat, saat ini para ilmuwan dari beberapa negara telah menggunakan teknologi baru dengan dana jutaan dolar guna mengembangkan vaksin untuk menangkal virus 2019-nCoV.
Menciptakan vaksin apapun umumnya memakan waktu bertahun-tahun dan melibatkan proses pengujian yang panjang pada hewan, serta uji klinis pada manusia dan persetujuan regulatori. Tetapi kini beberapa tim ahli berlomba untuk mengembangkan vaksin coronavirus lebih cepat. Dengan didukung oleh Koalisi Internasional untuk memerangi penyakit, para ilmuwan Australia menargetkan vaksin untuk melawan virus 2019-nCoV bisa siap dalam enam bulan.
"Ini adalah situasi tekanan tinggi dan ada banyak beban bagi kami," kata peneliti senior Keith Chappell, bagian dari kelompok dari Universitas Queensland Australia dilansir Malay Mail, Ahad (9/2).
Meski demikian, Chappell mengaku tetap menikmati tugas tersebut karena ada banyak tim ahli di seluruh dunia yang terlibat dalam misi yang sama. Upaya percepatan ini dipimpin oleh Koalisi untuk Kesiapsiagaan Epidemi Inovasi (CEPI), sebuah badan yang didirikan pada 2017 untuk membiayai penelitian bioteknologi setelah wabah Ebola di Afrika Barat yang menewaskan lebih dari 11.000 orang.
Dengan misi untuk mempercepat pengembangan vaksin, CEPI menggelontorkan jutaan dolar ke empat proyek di seluruh dunia. "Harapannya adalah bahwa salah satu dari kami akan berhasil dan dapat menahan wabah ini," kata Chappell.
Para peneliti Australia menggunakan teknologi 'moleculer clamp' yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan vaksin baru dengan cepat hanya berdasarkan urutan DNA virus.
Sementara itu, perusahaan biofarmasi Jerman CureVac dan Moderna Therapeutics yang berbasis di Amerika Serikat (AS) juga sedang mengembangkan vaksin berdasarkan 'messenger RNA'. Sementara Inovio, perusahaan Amerika lainnya, menggunakan teknologi berbasis DNA.
Vaksin berbasis DNA dan RNA menggunakan kode genetik virus untuk mengelabui sel-sel tubuh agar menghasilkan protein yang identik dengan yang ada di permukaan patogen. Sistem kekebalan belajar mengenali protein sehingga siap untuk menemukan dan menyerang virus ketika memasuki tubuh.
Ilmuwan Prancis di Institut Pasteur juga memodifikasi vaksin campak agar dapat bekerja melawan virus corona, tetapi jangan berharap vaksin itu siap untuk sekitar 20 bulan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina juga telah mulai mengembangkan vaksin.