Ahad 09 Feb 2020 20:19 WIB

Virus Corona: Semua Kegiatan Kebudayaan di Cina Terhenti

Gedung-gedung teater dan museum ditutup, bioskop berhenti beroperasi. Tidak ada lagi kegiatan kebudayaan di Cina, kata jurnalis penulis Jerman Christian Y. Schmidt yang tinggal di Beijing.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/M. Schiefelbein
picture-alliance/dpa/M. Schiefelbein

Sejak 15 tahun, Christian Y. Schmidt tinggal di Beijing. DW mewawancarinya tentang kegiatan kebudayaan di tengah merebaknya virus corona.

DW: Cina sedang dilanda ketakutan virus corona. Bagaimana keadaan Anda sendiri saat ini?

Baca Juga

Christian Y. Schmidt: Saya baik-baik saja. Sampai saat ini tidak ada masalah, hanya semuanya jadi agak rumit kalau ingin bepergian ke luar rumah. Kita harus berpakaian lengkap, dengan masker, sarung tangan, dan kacamata khusus, untuk mencegah infeksi. Jadi semuanya perlu waktu. Risiko penularan memang relatif tinggi.

Anda biasanya pergi ke teater atau pameran seni. Apa masih ada kegiatan kebudayaan sekarang?

Tidak, semua kegiatan terhenti. Biasanya selama hari-hari libur Tahun baru memang sepi, untuk beberapa hari. Kota Beijing pun biasanya kosong, tidak ada kegiatan. Kebanyakan restoran dan supermarket sekarang tutup. Pertunjukkan kebudayaan juga tidak ada.

Tapi kali ini, semuanya berlangsung lebih lama. Masa liburan diperpanjang, dan orang-orang diminta sedapat mungkin tinggal di rumah saja. Beijing benar-benar lumpuh. Tidak ada orang yang pergi bekerja – hanya penyapu jalan dan sopir bis. Satu-satunya tempat kita bertemu orang adalah supermarket.

Semua acara budaya dibatalkan. Teater tutup, bioskop-bioskop yang biasanya dipenuhi orang selama perayaan Tahun Baru tidak beroperasi. Pengelola internet Cina sekarang membeli hak tayang film dan memutarnya di internet. Kemungkinan semua orang Cina sekarang menonton film di internet atau lewat smartphone.

Jadi epidemi ini melumpuhkan kegiatan publik, termsauk kegiatan kebudayaan?

Seluruh negeri lumpuh. Orang-orang di laur harus memakai masker. Kalau mau naik kereta bawah tanah, orang sebelumnya harus mengukur suhu badan. Kalau suhu badan di atas normal, tidak boleh naik kereta.

Apa ada aksi-aksi budaya atau seni yang mengangkat ancaman virus ini sebagai tema?

Saya hanya tahu ada satu videoclip seorang seniman Cina, yang berdiri di tengah satu kota di Eropa, dengan mata terikat dan membawa poster: "I am not a virus" (saya bukan virus). Itu banyak dilihat di sini. Internet praktis jadi satu-satunya medium untuk bertukar informasi. Sekarang di internet mulai muncul beberapa lelucon yang kreatif tentang virus ini.

Lelucon bagaimana misalnya?

Misalnya yang dengan bir Corona dari Meksiko: sebuah botol bir Corona ada di atas meja sendirian di sebelah kiri. Lalu di sisi meja yang lain berkumpul 15 bir merek Heineken, mereka bersama-sama mengenakan satu masker. Jadi kelihatannya, 15 bir Heineken itu takut pada satu bir Corona.

Lelucon lain, sekarang polisi sering bertanya kepada kita di jalan, bagaimana rute perjalanan kita. Lalu ada yang menulis di internet: Rute saya? Ruang tamu, kamar tidur, toilet, dapur, ruang tamu. Ruang gerak banyak orang sekarang terbatas di rumah sendiri. Mereka seperti membuat karantinanya sendiri.

Apa ada kritik terhadap langkah dan kebijakan pemerintah menangani epidemi ini?

Kritik datang terutama dari para blogger, terutama soal manajemen kebijakan. Sekarang banyak yang tahu, bahwa pada awalnya sudah ada peringatan soal virus ini, tapi tidak dipedulikan oleh pejabat setempat. Lalu setelah virus menyebar, tidak langsung ada larangan acara-acara massal. Tentu saja banyak orang yang marah karena itu. Memang ada sensor, tapi tidak mungkin menyaring semua kritik yang bertebaran itu.

*Wawancara untuk DW dilakukan oleh Stefan Dege

hp/yf

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement