REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Peluru artileri menggempur pusat ibu kota Libya, tempat pasukan timur berupaya merebutnya dalam perang selama hampir setahun, menurut warga setempat, Selasa. Faksi Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar yang pada April mendekati Tripoli, tempat kekuasaan pemerintah yang diakui secara internasional, gagal menembus pertahanan di pinggiran selatan namun semakin melibatkan warga sipil ke dalam konflik tersebut.
Tembakan mendarat pada larut malam di pusat distrik Nouflin dan Souq al-Jumaa, yang sejauh ini aman dari konflik, lapor wartawan Reuters. Sebagian wilayah ibu kota menjadi gelap gulita. Jaringan listrik pun kerap mengalami gangguan.
Tidak ada informasi langsung mengenai korban dari pihak berwenang dan penjelasan lainnya. Menurut PBB, perang tersebut telah menyebabkan sekitar 150 ribu orang mengungsi.
Kelompok Haftar mengantongi dukungan dari berbagi pihak seperti Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, serta petempur Sudan dan Chad. Dukungan terbaru datang dari tentara bayaran Rusia. Prancis pun juga ikut memberikan dukungannya kepada Haftar.
Hal itulah yang mendorong Turki membantu Perdana Menteri Fayez al-Serraj dengan mengirim pasukan ke Tripoli. Hingga dua ribu petempur dari perang saudara Suriah juga bergabung dalam pertempuran untuk mempertahankan ibu kota, kata pejabat PBB bulan lalu.
Kedua pihak menggelar pembicaraan gencatan senjata di Jenewa pekan lalu. Akan tetapi keduanya berulang kali saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata setiap harinya, yang dinyatakan sebulan lalu.