Jumat 14 Feb 2020 08:19 WIB

Saudi Bantah Rencana Pertemuan Pangeran MBS dengan Netanyahu

Saudi menegaskan dukungannya kepada Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) disebut akan bertemu PM Israel Netanyahu, rencana yang dibantah Saudi.
Foto: AP Photo/Jacquelyn Martin
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) disebut akan bertemu PM Israel Netanyahu, rencana yang dibantah Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud membantah kabar tentang adanya rencana pertemuan antara Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dia menegaskan kembali dukungan Riyadh terhadap Palestina.

"Tidak ada pertemuan yang direncanakan antara Arab Saudi dan Israel. Kebijakan Arab Saudi sudah sangat jelas sejak awal konflik ini (Israel-Palestina). Tak ada hubungan antara Saudi dan Israel, Kerajaan berdiri teguh di belakang Palestina," kata Pangeran Faisal, dikutip laman Al Arabiya pada Kamis (13/2). 

Baca Juga

Medis Israel sebelumnya mengabarkan bahwa Netanyahu berupaya mengagendakan pertemuan dengan Pangeran MBS. Hal itu dilakukan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) meluncurkan rencana perdamaian Timur Tengah, yang di dalamnya turut tercakup solusi penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Mengenai rencana perdamaian buatan Trump, posisi Saudi, kata Pangeran Faisal, tetap sama. Riyadh menghendaki solusi yang adil dan dapat diterima Israel serta Palestina.

"Seperti yang telah kami katakan di masa lalu, Arab Saudi bersama anggota Liga Arab lainnya selalu menunjukkan keinginan untuk menormalkan hubungan dengan Israel jika ada penyelesaian (konflik) yang adil dan disepakati Palestina serta Israel. Kebijakan Saudi akan tetap teguh," ujar Pangeran Faisal.

Rencana perdamaian Timur Tengah yang dirilis Trump pada 28 Januari menuai banyak kritik dan protes. Selain karena tak melibatkan Palestina dalam prosesnya, rencana perdamaian itu pun sangat memihak kepentingan politik Israel.

Dalam rencananya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Dengan rencana tersebut, posisi Palestina kian tersisih. Ia tak bisa lagi mengharapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan negaranya.

Teritorial yang diinginkan Palestina, yakni berdasarkan garis perbatasan 1967, juga buyar. Sebab Israel telah mencaplok sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan. Saat berbicara di Dewan Keamanan PBB pada Selasa (11/2) lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menegaskan penolakan atas rencana tersebut.

"Rencana ini mencabut hak-hak warga Palestina, hak kami untuk menentukan nasib sendiri, bebas, dan merdeka, di negara kami sendiri," kata Abbas, dikutip laman Aljazirah.

Pada kesempatan itu, Abbas pun menegaskan bahwa penolakan terhadap rencana perdamaian Trump tak hanya disuarakan negaranya. Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Afrika, dan Uni Eropa juga bersikap sama seperti Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement