REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebuah sekolah jadi sasaran serangan penembakan di bagian Rakhine, Myanmar, pada Kamis (13/2). Sebanyak 19 anak-anak terluka akibat penembakan tersebut.
Tembakan artileri menghantam sekolah di desa Khamwe Chaung di kota Buthidaung pada pagi. Anggota parlemen setempat, Tun Aung Thein, mengatakan, hingga saat ini dia tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa itu.
"Menurut departemen kesehatan, 19 siswa terluka dan satu terluka parah," kata Thein.
Sedangkan juru bicara militer, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, menyebutkan, jumlah yang terluka 20 orang dan menyalahkan milisi atas serangan itu. "Kami secara medis merawat para siswa di pos militer terdekat dan mengirim lima ke rumah sakit," Min Tun.
Tentara Arakan, yang merekrut dari mayoritas beragama Buddha ingin mendapatkan otonomi yang lebih besar di wilayah barat dari pemerintah pusat Myanmar. Namun, juru bicara Angkatan Darat Arakan membantah bahwa pasukannya bertanggung jawab.
Juru bicara itu mengatakan, mereka tidak memiliki artileri yang digunakan dalam serangan di sekolah itu. Tentara Arakan justru menyalahkan pasukan pemerintah Myanmar.
Kedutaan Inggris di Myanmar mengeluarkan pernyataan yang mendesak diakhirinya kekerasan. "Meningkatnya kekerasan di negara bagian Rakhine selama beberapa hari terakhir menyebabkan kesengsaraan bagi banyak orang yang tinggal di sana," kata Duta Besar Inggris untuk Myanmar, Dan Chugg.
Chugg pun menyoroti peristiwa penembakan sekolah yang bertepatan dengan Hari Anak Myanmar. Setiap serangan yang terjadi menimbulkan korban dari orang-orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak.
Bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak etnis semakin meningkat di Rakhine. Peristiwa itu membawa kekacauan baru di tempat lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari penumpasan militer pada 2017.