Jumat 14 Feb 2020 21:51 WIB

Sekutu Macron Mundur dari Pemilihan Wali Kota Paris

Mundurnya sekutu Macron menjadi pukulan bagi partainya, La Republique En Marche

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Presiden Prancis Emmanuel Macron. Sekutu dekat Presiden Emmanuel Macron mundur dari pemilihan wali kota Paris. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Presiden Prancis Emmanuel Macron. Sekutu dekat Presiden Emmanuel Macron mundur dari pemilihan wali kota Paris. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Sekutu dekat Presiden Emmanuel Macron mundur dari pemilihan wali kota Paris. Benjamin Griveaux terpaksa mundur setelah sebuah situs mempublikasikan video intim kehidupan pribadinya.

"Sebuah situs dan media sosial mempublikasikan serangan tercela kehidupan pribadi saya," kata Griveaux seperti dilansir Deutsche Welle, Jumat (14/2).

Baca Juga

Mundurnya Griveaux menjadi pukulan bagi partai Macron, La Republique En Marche. Partai itu berharap dapat menggunakan jabatan bergengsi wali kota ibu kota untuk membangun basis massa.

"Selama lebih dari satu tahun, keluarga saya dan saya menjadi sasaran fitnah, kebohongan, rumor, serangan tanpa nama, pencurian rekaman percakapan pribadi dan ancaman pembunuhan," kata Griveaux dalam pidato yang disiarkan televisi.

Ia mengatakan penyebaran video intim yang dituduhkan padanya 'sudah terlalu jauh'. Griveaux mundur dari jabatan menteri muda dan juru bicara pemerintah pada Maret lalu.

Laki-laki 42 tahun itu pun maju dalam pemilihan wali kota. Sejauh ini ia gagal mendapat dukungan yang dibutuhkan. Griveaux berada di peringkat ketiga di belakang Wali Kota Anne Hildago dan penantang dari sayap konservatif Rachida Dati.

Macron memilih Griveaux untuk memimpin upaya mengangkat angka dukungan En Marche. Macron meminta tokoh Cedric Villani yang mendukungnya untuk mundur. Villani menolaknya dan akhirnya dikeluarkan dari partai.

Villani adalah seorang matematikawan terkenal yang kini maju sebagai calon independen. Macron diperkirakan akan maju lagi dalam pemilihan presiden tahun 2022.

Kemenangan di Paris akan meningkatkan dukungan pada pemilihan presiden. Terutama setelah ia kehilangan dukungan dari daerah karena kebijakan tenaga kerjanya yang dinilai tak berpihak pada rakyat dan menguntungkan orang kaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement