Sabtu 15 Feb 2020 14:35 WIB

AS dan Taliban Sepakati Gencatan Senjata

Jalan untuk menarik kembali pasukan AS dari Afghanistan semakin terbuka.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pasukan keamanan Afghanistan memeriksa lokasi serangan bunuh diri Taliban di kantor lembaga bantuan AS di Kabul, Afghanistan, Rabu (8/5).
Foto: AP Photo/Rahmat Gul
Pasukan keamanan Afghanistan memeriksa lokasi serangan bunuh diri Taliban di kantor lembaga bantuan AS di Kabul, Afghanistan, Rabu (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MUNICH -- Amerika Serikat (AS) dan Taliban sepakat untuk menggelar gencatan senjata sementara. Jika gencatan senjata berhasil maka jalan untuk menarik kembali pasukan AS dari Afghanistan semakin terbuka.

Kesepakatan damai ini akan mendorong negosiasi antara pemerintah Afghanistan dan Taliban yang akan dimulai bulan depan, gencatan senjata di seluruh Afghanistan dan komitmen Taliban untuk tidak lagi menampung kelompok teroris Al-Qaeda. Sementara AS menentukan jadwal penarikan pasukan.

Perjanjian gencatan senjata itu menjadi batu pijakan untuk mengakhiri perang terlama AS. Selain itu juga membuat Presiden AS Donald Trump memenuhi janji kampanyenya untuk menarik pulang pasukan AS dari konflik di luar negeri. Tapi prospek perdamaian yang nyata dan abadi masih belum jelas.

Detail perjanjian ini diungkapkan pejabat pemerintah AS dan Taliban pada Sabtu (15/2) secara terpisah. Mereka tidak memiliki wewenang untuk mempublikasi hal ini dan tidak menyebutkan nama mereka.

Pejabat pemerintah AS mengatakan perjanjian untuk 'mengurangi kekerasan' selama 'tujuh hari' ini 'sangat spesifik' dan mencakup seluruh negeri. Termasuk pasukan pemerintah Afghanistan. Kemungkinan pengumuman resminya akan disampaikan pada akhir pekan.

Pejabat itu mengatakan Taliban telah berkomitmen untuk menahan serangan bom bunuh diri, bom pinggir jalan dan serangan roket. Jika Taliban memenuhi komitmennya, maka perjanjian AS-Taliban akan ditanda tangani dalam 10 hari.

Sementara itu pejabat Taliban mengatakan penandatangan dijadwalkan pada 29 Februari walaupun hal itu masih tentatif. Perundingan dengan pemerintah Afghanistan akan dimulai pada 10 Maret.

Pejabat Taliban itu mengatakan Jerman dan Norwegia sudah menawarkan diri sebagai tuan rumah perundingan itu. Tapi belum diketahui dimana pastinya perundingan akan dilakukan.

Sumber menambahkan sebelum negosiasi dimulai. Perjanjian itu mensyaratkan pelepasan 5.000 tahanan Taliban.

Pejabat pemerintah AS mengakui hasil perjanjian ini tergantung dengan negosiasi pemerintah Afghanistan dan Taliban. Kehadiran pihak-pihak yang 'bandel' yakni orang-orang yang senang dengan status quo tetap menjadi ancaman terhadap upaya meraih perdamaian.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement