Ahad 16 Feb 2020 16:14 WIB

Putin dan Erdogan akan Bertemu di Konferensi Munich

Putin dan Erdogan akan membicarakan mengenai krisis Idlib.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: Kremlin Pool Photo via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.

REPUBLIKA.CO.ID,  MUNICH - Menteri Luar Negeri Turki Melvut Cavusoglu mengatakan, delegasi Turki dan Rusia akan bertemu untuk membahas krisis Idlib di Moskow pada sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Senin (17/2) waktu setempat. Konferensi tersebut juga akan memungkinkan pertemuan kedua presiden dari Turki dan Rusia. Hal itu juga telah dirundingkan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Larov.

"Pertemuan puncak antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Recep Tayyip Erdogan akan berlangsung jika diperlukan, tetapi awalnya kita akan melihat bagaimana pertemuan di Moskow akan berlangsung. Kami akan membahas semua masalah," ujar Cavusoglu dilansir TASS, Ahad (16/2).

Baca Juga

Dia mengatakan, pembicaraan telah menyentuh semua masalah krisis tentang Idlib dalam nada positif dengan Sergrey Larov. "Kami akan mengambil keputusan pada Senin mendatang, apakah pertemuan baru presiden akan diperlukan atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya, Cavusoglu juga mengatakan, bahwa delegasi Turki akan melakukan perjalanan ke Rusia untuk mengadakan pertemuan membahas tentang situasi di wilayah Idlib. Serangan demi serangan semakin meningkat meski gencatan senjata sudah digaungkan. Akibatnya, spesialis militer dari sisi Rusia dan Turki banyak yang terunuh.

Tentara Suriah pun membalas dengan menyerang para ekstrimis dan mengepung kota Saraqib, yang dekat dengan Idlib pada 5 Februari lalu. Pada Selasa (11/2) pagi pekan lalu, opoisis Suriah yang didukung Turki melancarkan serangan hebat terhadap pasukan tentara Suriah di Saraqib dan Nayrab.

Pada September 2018, Turki dan Rusia sepakat untuk mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi di mana tindakan agresi secara tegas dilarang. Kendati demikian, sejak saat itu, lebih dari 1.800 warga sipil telah terbunuh dalam serangan-serangan Suriah dan pasukan Rusia. Gencatan senjata itu diabaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement