Senin 17 Feb 2020 14:41 WIB

Kampus Selandia Baru Desak Bolehkan Pelajar China Masuk

Kampus di Selandia Baru minta pemerintah bebaskan masuk pelajar asal China

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Kampus di Selandia Baru minta pemerintah bebaskan masuk pelajar asal China. Ilustrasi.
Foto: AP
Kampus di Selandia Baru minta pemerintah bebaskan masuk pelajar asal China. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Universitas-universitas di Selandia Baru telah meminta pemerintah untuk membebaskan ribuan pelajar China dari larangan bepergian. Negara tersebut telah menerapkan pembatasan kedatangan karena kekhawatiran penyebaran virus Corona.

Pelajar asing China berjumlah sekitar setengah dari semua pelajar asing yang belajar di universitas-universitas Selandia Baru. Mereka tidak dapat masuk ke negara itu untuk memulai tahun akademik yang dimulai pekan depan.

Baca Juga

Kondisi ini akibat dari pemberlakuan peraturan yang diterapkan pada 2 Februari. Selandia Baru memutuskan untuk memberlakukan pembatasan masuk sementara ke Selandia Baru untuk semua warga negara asing yang bepergian dari atau transit melalui daratan China.

Peraturan ini membuat sekitar 12 ribu pelajar asal China tertahan untuk masuk. Padahal, pelajar asing China dikenakan biaya yang jauh lebih tinggi daripada pelajar domestik. Aturan ini menjadikan mereka aliran pendapatan yang berharga bagi lembaga pendidikan tinggi di seluruh Selandia Baru.

Direktur Universitas Selandia Baru, Chris Whelan, mengatakan pelarangan perjalanan berpotensi merugikan universitas hingga 170 juta dolar Selandia Baru. Keadaan ini pun menurutnya dapat dikatakan sangat serius.

"Kami saat ini sedang mendiskusikan gagasan pembebasan, sehingga beberapa siswa mungkin dapat datang ke Selandia Baru bahkan jika ada larangan perjalanan yang lebih umum," kata Whelan dikutip dari The Guardian.

Meski mendesak membolehkan pelajar asal China untuk masuk, Whelan mengaku menunggu dukungan dari Kementerian Kesehatan. "Ada beberapa tantangan tetapi kami berharap kami dapat melakukan sesuatu di bagian itu," ujarnya.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kepada Radio NZ bahwa meskipun diskusi sedang berlangsung, tidak ada keputusan tentang pembebasan masuk untuk pelajar. "Hal pertama yang kami lakukan adalah mengatakan ya, visa pelajar mereka masih dapat memberi mereka masuk ke negara itu nanti," kata Ardern.

Ardern masih melihat ada peluang karena proses belajar siswa internasional akan berlangsung di bulan April. Menimbang hal itu, dia melihat kesehatan masyarakat Selandia Baru tetap menjadi prioritas.

"Ada beberapa hal yang membuat pengecualian menjadi rumit. Tentu saja, Anda pada dasarnya harus membuat keputusan individual untuk ribuan pemegang visa ini dan itu merupakan latihan logistik," ujarn Ardern.

Ardern mengatakan setiap siswa yang tiba akan perlu melakukan karantina sendiri dan ini bisa menjadi latihan logistik yang rumit. Namun, Whelan merencanakan untuk membuat periode karantina semulus dan sesingkat mungkin.

Whelan mengatakan setiap siswa tahun pertama yang tidak dapat memulai tahun akademik kemungkinan akan memilih untuk memulai kuliah mereka di tempat lain. Artinya universitas Selandia Baru akan kehilangan biaya empat atau lima tahun ke depan karena pelepasan ini.

Konsulat China di Selandia Baru telah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap larangan perjalanan. Mereka menekankan keputusan itu harus dicabut untuk semua warga negara China dengan menerapkan peraturan karantina mandiri begitu mereka tiba di negara itu.

Sejauh ini belum ada kasus virus Corona yang terkonfirmasi di Selandia Baru. Sebelumnya lebih dari delapan orang telah diuji untuk virus tersebut dan ratusan lainnya tetap di karantina di Auckland setelah dievakuasi dari Wuhan.

Komisi kesehatan China mengungkapkan jumlah kasus di negara itu mencapai 70.548, naik 2.048 pada Senin (17/2). Total kematian sekarang mencapai 1.770, setelah 105 kematian lainnya dilaporkan dalam 24 jam terakhir. Dari kematian baru itu, hanya lima yang dilaporkan di luar provinsi Hubei, China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement