Selasa 18 Feb 2020 06:27 WIB

Rencana Perdamaian Trump Mengarah ke Pertumpahan Darah

Juru bicara kepresidenan Palestina sebut rencana perdamaian menuju pertumpahan darah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Juru bicara kepresidenan Palestina sebut rencana perdamaian menuju pertumpahan darah. Ilustrasi.
Foto: Abdan Syakura_Republika
Juru bicara kepresidenan Palestina sebut rencana perdamaian menuju pertumpahan darah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina terus melancarkan kritik dan protesnya terhadap rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia berpendapat rencana tersebut sangat berpotensi memicu konflik.

"Rencana Trump hanya akan mengarah pada pertumpahan darah," kata juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh pada Ahad (17/2) dikutip laman YNet News.

Baca Juga

Dia mengatakan Palestina selalu berupaya berunding dan bernegosiasi untuk mencapai perdamaian dengan Israel. Namun Tel Aviv selalu bersikap sebaliknya.

Menurut Rudeineh, keengganan Israel melakukan pembicaraan dipicu karena keinginannya memperoleh solusi yang dapat mempertahankan pendudukan selamanya. "Dan ini tidak dapat kita setujui," ujarnya.

"Kami memberi tahu setiap perdana menteri Israel dan presiden AS, kami senang jika Anda berharap menyelesaikan masalah kami. Itu adalah awal yang baik. Tapi jika ingin menyelesaikan konflik, kita harus duduk dan berbicara," kata Rudeineh.

Dia turut mengomentari mengenai klaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang normalisasi hubungan dengan dunia Arab. Rudeineh mengaku skeptis terhadap hal tersebut.

"Ini tidak akan membawa Anda ke perdamaian dan Anda harus hidup dengan masyarakat Palestina, bukan dengan orang-orang Oman atau Sudan," ujar Rudeineh.

Rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Trump menuai banyak kritik dan protes. Selain karena tak melibatkan Palestina dalam prosesnya, rencana perdamaian itu pun sangat memihak dan memprioritaskan kepentingan politik Israel.

Dalam rencananya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan.

Dengan rencana tersebut, posisi Palestina kian tersisih. Palestina tak bisa lagi mengharapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan negaranya. Teritorial yang diinginkan Palestina yakni berdasarkan garis perbatasan 1967 juga buyar. Sebab Israel telah mencaplok sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement