Selasa 18 Feb 2020 15:27 WIB

Data Bocor Ungkap China Tahan Uighur dengan Alasan Agama

China menahan Uighur dengan alasan menumbuhkan jenggot hingga pakai jilbab.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Muslim Uighur sedang bercengkerama.
Foto: Uttiek M Panji Astuti
Muslim Uighur sedang bercengkerama.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sebuah database milik China yang bocor mengungkapkan pengiriman orang-orang Uighur ke kamp-kamp penahanan China dilakukan berdasarkan penilaian pada orang yang menumbuhkan jenggot, mengenakan jilbab, atau secara tidak sengaja mengunjungi situs web asing. Penilaian itu membuat seseorang dapat ditahan bahkan ketika tidak melakukan kejahatan.

Basis data yang disebut "daftar Karakax" itu terdiri atas 137 halaman dan menguraikan secara rinci alasan utama penahanan lebih dari 300 orang di tepi gurun Taklamakan di Xinjiang. Dalam uraiannya, terdapat kategori yang menentukan seberapa mencurigakan keluarga bagi pemerintah China.

Baca Juga

Dikutip dari The Guardian, kategori dalam menilai keluarga ditetapkan sebagai "dapat dipercaya" atau "tidak dapat dipercaya," dan sikap mereka dinilai "biasa" atau "baik". Keluarga memiliki "atmosfer" agama "ringan" atau "berat". Dokumen itu pun menghitung berapa banyak kerabat dari masing-masing tahanan di penjara atau yang China menyebutnya pusat pelatihan.

Alasan lain yang tercantum untuk mengirim seseorang ke penahanan termasuk "infeksi agama kecil", "mengganggu orang lain dengan mengunjungi mereka tanpa alasan", "kerabat di luar negeri", "berpikir sulit untuk dipahami", dan "orang tidak dapat dipercaya yang lahir dalam dekade tertentu". Analisis data Adrian Zenz, menyatakan, alasan terakhir merujuk pada orang-orang yang lebih muda.

"Ini menggarisbawahi pola pikir perburuan pemerintah, dan bagaimana pemerintah mengkriminalkan segalanya," kata ahli di pusat-pusat penahanan yang menyusun laporan pada daftar Karakax.

Data yang bocor itu juga menekankan bahwa pemerintah China berfokus pada agama sebagai alasan penahanan, bukan hanya ekstremisme politik. "Sangat jelas bahwa praktik keagamaan menjadi sasaran," kata peneliti Universitas Colorado yang mempelajari penggunaan teknologi pengawasan di Xinjiang, Darren Byler.   

Tanggal terbaru dalam dokumen tersebut adalah Maret 2019. Para tahanan yang terdaftar berasal dari Karakax, sebuah pemukiman tradisional sekitar 650.000 orang dengan lebih dari 97 persen penduduknya adalah orang Uighur.

Basis data menunjukkan banyak informasi yang dikumpulkan oleh tim yang ditempatkan di masjid, dikirim untuk mengunjungi rumah, dan diposting di masyarakat. Informasi itu kemudian disusun dalam sebuah dokumen yang disebut "tiga lingkaran", yang mencakup kerabat, komunitas, dan latar belakang agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement