Rabu 19 Feb 2020 01:10 WIB

Karantina Kapal Pesiar Diamond Princess Dipertanyakan

Banyak ilmuwan justru perpandangan Diamond Princess jadi inkubator virus corona

Rep: Mabruroh/ Red: Christiyaningsih
Ambulans meninggalkan pelabuhan tempat kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina berlabuh pada hari Ahad, (16/2), di Yokohama, dekat Tokyo. Banyak ilmuwan justru perpandangan Diamond Princess jadi inkubator virus corona. Ilustrasi.
Foto: AP/Jae C Hong
Ambulans meninggalkan pelabuhan tempat kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina berlabuh pada hari Ahad, (16/2), di Yokohama, dekat Tokyo. Banyak ilmuwan justru perpandangan Diamond Princess jadi inkubator virus corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang memutuskan melakukan karantina terhadap kapal pesiar Diamond Princess setelah terungkap 10 penumpang kapal pesiar tersebut terinfeksi virus corona. Tapi karantina selama 14 hari di pelabuhan Yokohama tersebut justru menimbulkan semakin banyak korban di dalam kapal pesiar.

Dilansir Fox News, banyak ilmuwan justru perpandangan bahwa yang dilakukan pemerintah Jepang bukan mengarantina tapi justru menjadikan kapal pesiar tersebut sebagai inkubator untuk virus corona. Karena jika yang dimaksud karantina maka tujuannya adalah untuk mencegah memburuknya wabah tersebut.

Baca Juga

Sampai Selasa kemarin, 542 kasus virus telah diidentifikasi di antara 3.711 penumpang dan awak yang dikarantina. Rabu (19/2) adalah tepat 14 hari mereka dikarantina dan tengah dipersiapkan untuk diturunkan dari kapal.

Menurut para ilmuwan, karantina kapal pesiar tersebut lemah. Buktinya ada tiga orang pejabat kesehatan Jepang yang membantu dalam pemeriksaan karantina di kapal turut terinfeksi.

"Saya menduga orang (positif corona) tidak terisolasi dari orang lainnya," kata Paul Hunter, seorang profesor kedokteran di University of East Anglia di Inggris.

Menteri Kesehatan Jepang, Katsunobu Kato, mengatakan bahwa semua penumpang yang masih berada di kapal pesiar telah diambil sampelnya. Mereka yang dites negatif corona akan turun dari kapal mulai Rabu ini.

"Mereka semua mungkin ingin pulang secepatnya dan kami berharap dapat membantu mereka agar semua orang bisa pulang dengan lancar," kata Kato.

Proses pemeriksaan dan penurunan penumpang ini diperkirakan akan berlangsung hingga Jumat karena banyaknya orang yang terlibat. "Jelas karantina tidak berfungsi dan kapal ini sekarang telah menjadi sumber infeksi," kata Nathalie MacDermott, pakar wabah di King's College London.

Dia mengatakan mekanisme pasti penyebaran virus itu tidak diketahui. Karena itu, harusnya selain mengarantina pemerintah Jepang juga harus tahu langkah-langkah karantina kapal seperti apa.

“Kita perlu memahami bagaimana langkah-langkah karantina di atas kapal diterapkan, seperti apa penyaringan udara di atas kapal, bagaimana kabin dihubungkan dan bagaimana produk limbah dibuang,” kata MacDermott.

"Mungkin juga ada mode transmisi lain yang tidak kita kenal," sambungnya. Karena itu, penting ada pembersihan mendalam dan menyeluruh terhadap kapal pesiar untuk mencegah orang menyentuh permukaan yang terkontaminasi.

Selama wabah SARS 2002-2003, para ahli menemukan lebih dari 300 orang terinfeksi melalui sistem pembuangan limbah yang rusak di perumahan Hong Kong. MacDermott mengatakan ada kemungkinan terdapat masalah serupa di atas Diamond Princess tetapi diperlukan investigasi penuh.

"Tidak ada alasan ini seharusnya tidak berhasil jika itu dilakukan dengan benar," katanya.

Beberapa penumpang di Diamond Princess menggambarkan kapal itu sebagai penjara yang mengambang di atas air. "Sulit untuk menegakkan karantina di lingkungan kapal dan saya benar-benar yakin ada beberapa penumpang yang berpikir mereka tidak akan membiarkan siapa pun tahu apabila mereka terinfeksi," ujar Profesor kedokteran, Hunter.

Dengan bertambahnya jumlah korban dalam kapal pesiar, Hunter mengaku

sangat kecewa. Ia kecewa karantina tidak menghentikan penyebaran virus dan penumpang yang akan kembali ke negaranya harus kembali dikarantina. "Tidak melakukan itu (karantina) akan sembrono," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement