REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Pada 20 Februari 1983 silam, ratusan orang tewas di Assam, India. Pertempuran terjadi menjelang pemilihan umum di wilayah itu sebab adanya imigran ilegal yang menjadi calon pemimpin daerah.
Dilansir BBC History, banyak desa termasuk jembatan dan kantor-kantor dibakar. Laporan mencatat 600 orang terbunuh di negara bagian India timur laut itu.
Ratusan penduduk desa dilaporkan telah diparang dan ditombak hingga tewas oleh anggota suku di sekitar wilayah Nellie. Bentrokan antara para pengunjuk rasa anti-pemerintah dengan polisi dan pasukan paramiliter tak terbendung ketika para siswa berkampanye menentang pemilihan majelis negara.
Pengunjuk rasa mengatakan mereka memprotes masuknya sejumlah besar imigran ilegal dalam daftar pemilih. Surat kabar The Hindu telah menyerukan agar pemilu dibatalkan di tengah laporan bahwa beberapa pegawai negeri Assam telah menolak untuk melakukan tugas pemilihan karena khawatir akan keselamatan mereka.
"Tidak ada yang memiliki hak untuk menghentikan pemilihan," ujar Perdana Menteri India, Indira Gandhi, kala itu.
Pemungutan suara baru telah dilakukan di beberapa distrik setelah bilik suara diambil alih. Kotak suara dicuri dan pemilih diintimidasi. Jumlah pemilih dikatakan rendah karena gerilyawan memperingatkan warga setempat untuk tidak pergi ke tempat pemungutan suara.
Lebih dari 70 ribu polisi dan pasukan paramiliter saat itu berusaha menjaga ketertiban di tengah kerusuhan dan penjarahan di beberapa distrik. Kelompok-kelompok Assam telah memerangi para imigran dari Bangladesh dengan parang, bom bensin, dan batu.
Beberapa orang tewas dalam bentrokan komunal antara Hindu dan Muslim, sementara yang lain tewas ketika pasukan keamanan menembaki kerumunan. Banyak wanita dan anak-anak diperkirakan telah meninggal di daerah penanaman padi. Banyak mayat ditemukan di sungai.
Setidaknya 16 desa terbakar dan hingga 6.000 orang kehilangan tempat tinggal. Ribuan orang tinggal di kamp pengungsi usai insiden itu. Ribuan orang melarikan diri dari Assam ke negara tetangga Benggala Barat dan ke wilayah timur laut Arunachal Pradesh untuk menghindari kekerasan.
Saksi mata melaporkan bahwa 1.000 orang terbunuh dalam kekerasan pemilihan tersebut. Komunikasi di banyak daerah buruk dan sulit untuk memperkirakan jumlah akhir kematian. Menurut angka tidak resmi, hampir 3.000 Muslim tewas dalam kerusuhan. Mereka dibantai oleh etnis Assam dan Lalungs yang ingin mengusir mereka sebagai bagian dari protes terhadap orang asing.
Gerakan ini berakhir pada 1985, enam tahun setelah dimulai, ketika Delhi menandatangani perjanjian dengan para pemimpin protes. Delhi berjanji untuk mendeportasi imigran gelap.
Indira Gandhi kemudian memerintahkan hibah sebesar 330 ribu poundsterling, setelah berkeliling daerah tempat ratusan orang tewas dalam serangan oleh anggota suku. Partai Kongres Gandhi memenangkan pemilihan Majelis dengan mayoritas dua pertiga.