REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kampanye pemilihan umum (pemilu) anggota parlemen Iran secara resmi berakhir pada Kamis (20/2) sekitar pukul 8 pagi waktu setempat. Para calon anggota parlemen Iran akan bertarung dalam pemilihan yang digelar pada Jumat (21/2) esok.
"Kampanye berakhir pada pukul 8 pagi, dan apabila ada kampanye di luar waktu ini, maka merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemilu," ujar televisi pemerintah Iran mengutip pernyataan dari penyelenggara pemilu.
Kampanye pemilu parlemen Iran berlangsung selama satu pekan dengan lebih dari 7.000 kandidat. Para kandidat akan bersaing untuk memperebutkan 290 kursi di parlemen.
Dewan Wali Iran telah melakukan seleksi untuk memilih calon kandidat anggota parlemen yang bersaing dalam pemilu. Dewan tersebut telah mendiskualifikasi sekitar 6.850 calon dari 14 ribu kandidat yang mencalonkan diri.
Sebagian besar kandidat yang didiskualifikasi adalah dari kalangan pro-reformasi dan moderat. Pemilu itu dipandang sebagai kontes antara kandidat yang berhalauan keras dan kandidat konservatif. Dewan Wali Iran yang terdiri dari ulama senior dan pakar hukum juga mendiskualifikasi kandidat yang memiliki pandangan atau prilaku tidak sesuai dengan sistem teokratis. Separuh dari anggota Dewan Wali dipilih oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Pemilu parlemen Iran digelar pertama kali sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir atau JCPOA 2015. AS kemudian menerapkan kembali sanksi internasional yang telah melemahkan ekonomi Iran.
Pemilu parlemen Iran merupakan ujian bagi popularitas Presiden Hassan Rouhani yang relatif moderat. Rouhani berupaya untuk memenuhi janji kampanye terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Iran, di tengah sanksi ekonomi AS. Pemilu parlemen tidak akan berpengaruh besar pada urusan luar negeri atau kebijakan nuklir Iran.
Pada Selasa lalu, Khamenei mengimbau kepada seluruh rakyat Iran untuk berpartisipasi dalam pemilu parlemen. Dia mengatakan, pemungutan suara adalah bagian dari "tugas agama". Dewan Wali Iran memprediksi, tingkat partisipasi warga dalam pemilu kali ini mencapai 50 persen.
"Kami mengantisipasi 50 persen orang akan berpartisipasi dalam pemilihan," ujar juru bicara Dewan Wali Iran, Abbasali Kadkhodai.
Sebelumnya, tingkat partisipasi dalam pemilu parlemen pada 2016 mencapai 62 persen. Angka tersebut menurun dari jumlah tingkat partisipasi pemilu pada 2012 yakni sebesar 66 persen. Sekitar 58 juta warga Iran mempunyai hak untuk memilih.
Namun, beberapa politisi pro-reformasi terkemuka di Iran dan sejumlah aktivis menyerukan pemboikotan terhadap pemilu tersebut. Aktivis dan kelompok oposisi Iran mendistribusikan tagar Twitter #BoycottIranShamElections dan #VOTENoVote secara luas di media sosial.
"Kita perlu meluncurkan kampanye boikot yang kuat untuk menanggapi kebijakan sistem yang represif," kata aktivis hak asasi manusia Narges Mohammadi dari dalam penjara melalui sebuah pesan, yang diunggah di halaman Facebook suaminya.
Kelompok garis keras yang mencalonkan diri di parlemen dipimpin oleh mantan walikota Teheran Mohammad Bagher Qalibaf. Ada 12 wajah-wajah muda dan baru dalam daftar kandidat dari kelompok tersebut.
Sementara itu, warga Iran yang pro-reformasi sangat marah atas penanganan protes terhadap kenaikan bahan bakar yang berlangsung pada November. Aksi protes itu berujung pada tuntutan untuk perubahan rezim.
Selain itu, publik juga marah atas jatuhnya pesawat Ukraina Airlines yang menewaskan 176 penumpang dan awak. Sebagian besar penumpang adalah warga Iran.
Sebelumnya, pesawat Ukraina Airlines diduga terjatuh karena ditembak oleh pasukan Iran. Namun, Iran menyangkal tuduhan tersebut. Pada akhirnya, Teheran mengakui bahwa Garda Revolusi Iran secara tidak sengaja telah menembak pesawat Ukraina Airlines.