Kamis 20 Feb 2020 18:23 WIB

China Sumbangkan Alat Uji Virus Corona ke Jepang

Jepang tidak memiliki alat tes virus corona yang lengkap.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Seorang perawat mengecek kondisi pasien yang terjangkit virus corona.
Foto: Chinatopix via AP
Seorang perawat mengecek kondisi pasien yang terjangkit virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Perangkat deteksi virus corona jenis baru yang diproduksi oleh perusahaan ZJ Bio-Tech di China telah disetujui oleh Administrasi Produk Medis Nasional negara itu pada 26 Januari lalu. Produk itu juga akan disumbangkan oleh Pemerintah China ke Jepang. 

Pengiriman perlengkapan medis ke Jepang dilakukan setelah diketahui bahwa di Negeri Matahari Terbit itu tidak tersedia alat tes virus corona yang lengkap. Karenanya, Pemerintah China mengirimkan alat medis ke Institut Penyakit Menular Nasional Jepang setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak. 

Baca Juga

Virus corona jenis baru pertama kali ditemukan pada Desember 2019, dengan dugaan bahwa orang-orang terinfeksi setelah terpapar virus dari pasar makanan laut Huanan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China. Di pasar itu, tidak hanya berbagai jenis makanan laut yang dijual, tetapi terdapat juga hewan-hewan liar yang diperdagangkan dan diyakini sebagai sumber infeksi, salah satunya kelelawar buah.

Di daratan China, jumlah kematian terus meningkat dengan laporan 136 kematian dan 1.749 kasus baru pada Rabu (19/2). Dengan demikian, jumlah keseluruhan korban yang meninggal di wilayah itu adalah 2.118.

Di luar China, beberapa negara juga melaporkan jumlah kematian akibat infeksi virus corona. Diantranya adalah Prancis, Filipina, dan Taiwan yang masing-masing telah mencatat masing-masing satu kematian. Kemudian Iran dengan dua kematian dan Jepang memiliki tiga.

Jepang juga menjadi negara kedua yang memiliki kasus virus corona terbesar setelah China, dengan lebih dari 400 orang yang dilaporkan terinfeksi. Jumlah kasus COVID-19 di negara itu meningkat dengan temuan virus di kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama dan langsung dikarantina. 

Pada awalnya, karantina dilakukan setelah kapal pesiar itu tiba di Yokohama pada 3 Februari lalu, saat diketahuinya seorang pria yang melakukan perjalanan dengan kapal tersebut turun di Hong Kong dan didiagnosis terkena virus tersebut. Sekitar 3.700 orang berada di atas kapal pesiar, dengan jumlah awak 1.100 dan kapasitas penumpang 2.670. 

Para ahli telah menyuarakan keprihatinan tentang kemungkinan orang-orang dari kapal pesiar melakukan perjalanan pulang dan menyebar ke kota-kota yang padat penduduk seperti Tokyo. Mereka mengatakan ada kemungkinan infeksi sekunder telah terjadi pada kapal selama 14 hari karantina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement