REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- Wabah virus corona baru Covid-19 membuat emisi karbon China menurun setidaknya 100 juta metrik ton selama dua pekan terakhir. Penelitian itu diterbitkan pada Rabu (19/2) oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) di Finlandia.
Seperti yang dilansir dari Malay Mail, Kamis (20/2), para peneliti menemukan pembangkit listrik harian China yang menggunakan tenaga batu bara berada di level terendah dalam empat tahun, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Sementara itu, produksi baja telah merosot ke level terendah dalam lima tahun ini.
Di dalam laporan tersebut disebutkan langkah-langkah untuk mengatasi wabah COVID-19 telah menghasilkan pengurangan dari 15 persen menjadi 40 persen dalam pengeluaran di sektor-sektor industri utama.
"Kemungkinan (aktivitas) ini telah memusnahkan seperempat atau lebih dari emisi karbon dioksida negara selama dua pekan terakhir. Periode ketika aktivitas biasanya akan dimulai kembali setelah liburan tahun baru Imlek," kata laporan tersebut.
Namun, para pecinta lingkungan telah memperingatkan pengurangan emisi karbon tersebut bersifat sementara. Stimulus pemerintah, jika diarahkan meningkatkan produksi, dapat membalikkan keadaan lingkungan.
Penasihat kebijakan Greenpeace China Li Shuo mengatakan, sangat mungkin pihaknya akan melihat putaran yang disebut 'polusi pembalasan' dari pabrik-pabrik yang memaksimalkan produksi untuk mengompensasi kerugian mereka selama periode penutupan.
"Ini adalah pola yang teruji dan terbukti," ujar Li.
Sedangkan, menurut penelitian lain oleh CREA yang menggunakan data satelit, emisi nitrogen dioksida China turun sekitar 36 persen dalam sepekan usai liburan tahun baru Imlek. Emisi nitrogen tersebut merupakan produk sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil kendaraan dan pembangkit listrik.