Jumat 21 Feb 2020 03:00 WIB

PBB: Idlib Suriah Alami Bencana Kemanusiaan

Idlib Suriah digempur pasukan pemerintah yang didukung Rusia.

Rep: Reuters/AP/ Red: Nur Aini
Pasukan Relawan Helm Putih  memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota  Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Pasukan Relawan Helm Putih memadamkan api yang membakar sebuah kendaraan akibat serangan udara pasukan pemerintah di Kota Ariha, Provinsi Idlib Suriah, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS — Kepala Urusan Kemanusiaan dan Bantuan Darurat PBB Mark Lowcock mengatakan bencana kemanusiaan sedang berlangsung di Provinsi Idlib, Suriah. Sejak Desember tahun lalu, Idlib dibombardir pasukan Suriah dengan dukungan Rusia.

Dia mengungkapkan, ratusan ribu warga Idlib sedang melakukan eksodus. Kondisi mereka mencemaskan karena saat ini Idlib tengah dibekap cuaca sangat dingin. “Banyak yang berjalan kaki atau di belakang truk dalam suhu di bawah titik beku, di tengah hujan, dan salju. Mereka pindah ke daerah yang semakin ramai yang mereka pikir akan lebih aman. Tapi di Idlib, tidak ada tempat yang aman,” ujar Lowcock saat berbicara di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (19/2).

Baca Juga

Menurut Lowcock, sejak 1 Desember 2019, hampir 900 ribu warga Idlib mengungsi. Lebih dari 500 ribu di antaranya adalah anak-anak. Sekitar 50 ribu orang tak memiliki tempat bernaung. Mereka berlindung di bawah pohon dan ruang terbuka. “Saya mendapat laporan harian tentang bayi dan anak kecil yang sekarat dalam kedinginan,” ujar Lowcock.

Utusan Khusus PBB untuk Suriah Geir Pedersen turut menyatakan kekhawatiran atas situasi di Idlib. Dia menyerukan pihak yang berkonfrontasi di sana menerapkan gencatan senjata. “Anak-anak muda sekarat karena kedinginan. Potensi untuk lebih banyak pemindahan dan bahkan lebih banyak penderitaan manusia yang nyata terlihat ketika semakin banyak terkurung ke dalam ruang yang terus menyusut,” kata Pedersen.

Citra satelit dari Maxar Technologies yang berbasis di Kolorado menunjukkan sejumlah besar tenda dan tempat berlindung terkonsentrasi di Kafaldin dan Deir Hassan dekat perbatasan Turki. Gambar pun memperlihatkan adanya tenda di tepi tambang terdekat di sana. Selain di Kafaldin dan Deir Hassan, tenda-tenda pengungsi juga berkerumun di Azaz, sekitar 30 kilometer barat laut kota Aleppo.

Abu Abdallah (49 tahun) bersama istri, anak, dan 20 kerabatnya telah terdampar di jalanan Azaz selama berhari-hari. Setelah Idlib digempur, mereka pindah dari satu desa ke desa lain tapi belum menemukan tempat berlidung. “Saya tidak tahu ke mana harus membawa mereka. Allah tahu ke mana kita akan pergi,” ujar Abdallah.

Di tengah terjangan dingin, Abdallah harus membakar sampah agar keluarganya tetap hangat. Aziz Hadaja (70 tahun) adalah warga Idlib lainnya yang melarikan diri ke Azaz. Hadaja bertahan dengan keluarganya di sebuah tenda di lapangan. “Kami tidak membawa apa-apa,” ucapnya.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi meminta Turki agar mengizinkan lebih banyak pengungsi Suriah bernaung di wilayahnya. Ankara diketahui telah menampung 3,7 juta pengungsi Suriah di dalam perbatasannya. Menurut Grandi, dukungan internasional untuk warga sipil Suriah harus ditingkatkan. Selain itu, dia menyerukan agar konfrontasi bersenjata di Idlib dihentikan.

“Ribuan orang tak bersalah tidak dapat membayar harga dari sebuah komunitas internasional yang terpecah, yang ketidakmampuannya menemukan solusi bagi krisis ini akan menjadi noda besar pada hati nurani kolektif kita bersama,” ujar Grandi.

Pada Kamis (20/2), pesawat-pesawat tempur Rusia masih melancarkan serangan udara ke kota-kota yang masih dikuasai kelompok oposisi bersenjata Suriah di Provinsi Idlib. Moskow diketahui merupakan sekutu utama Pemerintah Suriah dalam menghadapi kelompok oposisi bersenjata di negara tersebut. Pertempuran di wilayah itu tak hanya melibatkan antara pasukan Suriah dan Rusia dengan kelompok oposisi bersenjata.

Militer Turki juga terlibat dalam konfrontasi bersenjata di sana. Ankara diketahui mendukung beberapa faksi oposisi yang ingin melengserkan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Perwakilan Rusia dan Turki telah melakukan pembicaraan terkait krisis di Idlib. Namun belum ada hasil positif dari pertemuan tersebut.

“Rusia telah mempertahankan posisinya bahwa Turki menarik diri dari Idlib dan mengevaluasi pos pengamatan (militer) sejak awal. Mundur dari Idlib atau mengungsi dari pos pengamatan tidak ada dalam agenda,” ujar seorang pejabat Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement