REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kekerasan yang berlarut-larut menyebabkan 10 ribu korban sipil di Afghanistan selama 2019. Hal ini disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporannya, Sabtu (22/2).
AS memberi Taliban waktu sepekan untuk mengurangi kekerasan sebelum perjanjian damai. Laporan tahunan Misi Bantuan PBB di Afghanistan telah secara sistematis mendokumentasikan dampak perang terhadap warga sipil sejak 2009.
Laporan tersebut mengungkapkan jumlah korban sipil dalam dekade terakhir telah melampaui 100 ribu orang. Perinciannya, 3.403 warga sipil tewas dan 6.989 terluka, dengan sebagian besar korban sipil disebabkan unsur-unsur antipemerintah.
Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Afghanistan dan Kepala Misi PBB, Tadamichi Yamamoto, mendesak pasukan yang bertikai memanfaatkan momen tersebut. Yamamoto melanjutkan, momen tersebut harus dimanfaatkan untuk menghentikan pertempuran. Dia juga menegaskan kehidupan sipil mesti dilindungi dan kini sedang berjalan usaha perdamaian.
"Karena perdamaian sudah lama lewat. Kehidupan sipil harus dilindungi dan upaya perdamaian sedang berlangsung," ujarnya dilansir kantor berita Turki, Anadolu Agency, Ahad (23/2).
Data PBB menunjukkan 47 persen dari korban disebabkan oleh Taliban, 16 persen oleh Afghanistan, dan delapan persen oleh pasukan militer internasional. Ini terjadi setelah pekan pengurangan kekerasan yang penting sejalan dengan usulan kesepakatan antara AS dan Taliban, sebuah langkah yang dipuji oleh pemerintah Afghanistan dan para pendukung internasionalnya.